Sabtu, 03 November 2012

Uji Fitokimia

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan. Di wilayah hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 spesies tumbuhan. Menurut Heyne (1987), 1000 spesies di antaranya dinyatakan sebagai tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Akan tetapi hanya sekitar 350 spesies tumbuhan yang benar-benar telah digunakan sebagai bahan baku obat oleh masyarakat serta industri jamu dan obat Indonesia (Muhlisah, 2000). Hal ini mengisyaratkan masih terbukanya peluang usaha penggalian dan pemanfaatan tumbuhan obat untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Pohon maja banyak terdapat di Srilanka, Pakistan, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Indonesia, dan negara-negara asia tenggara lainnya (Misra,1999). Penelitian yang berkembang mengenai pohon maja ini, umumnya mengarah pada penggunaan buah maja untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya adalah disentri, diarhea, hepatitis, tuberkulosis dan dispepsia. Bagian pohon lainnya yang juga bermanfaat di antaranya adalah akarnya sebagai antidot terhadap bisa ular, antidiarhoetik dan antiinflamatori (Misra, 1999), kulit batang untuk mengobati penyakit malaria dan sebagai racun ikan, dan bunganya digunakan untuk obat mata yang memiliki efek antiemetik (Morton, 1987). Namun demikian belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan daun maja sebagai obat tradisional. Beberapa penelitian yang telah dilakukan umumnya mengarah pada pemanfaatannya sebagai pestisida (Misra,1999). Menurut Heyne (1987) masyarakat Indonesia telah menggunakan daun maja secara turun temurun untuk mengobati penyakit borok, kudis, eksim, dan bisul.
Daun maja yang dihaluskan digunakan sebagai obat luar pada permukaan kulit yang terkena penyakit tersebut. Melihat potensi yang besar dari pohon maja ini, khususnya pada bagian daun untuk mengobati berbagai penyakit yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri, maka pada percobaan ini dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa dari metabolit sekunder yang terdapat pada daun maja.
I.2  Rumusan masalah
Rumusan masalah yang ada pada percobaan ini adalah senyawa fitokimia apa saja yang terkandung dalam Aegle Marmelos (daun maja)  ?
I.3  Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui golongan senyawa (alkaloid, steroid, triterpenoid, saponin, flavanoid, tanin, polifenol) yang terkandung pada bagian-bagian tumbuhan Aegle Marmelos  (daun maja).

I.4  Manfaat Percobaan
Hasil praktikum ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi mengenai senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun maja, yang dapat dijadikan sebagai rujukan dan pembanding pada praktikum selanjutnya.

1.5 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini, yaitu didasarkan pada identifikasi warna yang terdapat pada tumbuhan (Aegle marmelos) dengan menggunakan pereaksi Meyer untuk uji alkaloid, pereaksi Liebermenn-Burchard untuk terpenoid, larutan FeCl3 untuk uji senyawa tannin/polifenol dan logam Mg untuk uji senyawa flavanoid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1  Deskripsi Umum Tumbuhan Maja (Aegle marmelos)
Taksonomi dari Aegle marmelos adalah:
Kingdom    : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi        : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas        : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas    : Rosidae
Ordo        : Sapindales
Famili        : Rutaceae (suku jeruk-jerukan)
Genus        : Aegle
Spesies    : Aegle marmelos (L.) Corr
(Anonim, 2011).







Kandungan Daging buah maja halus, kuning atau oranye, harum sekali dan enak rasanya. Bagian yang dapat dimakan (daging buahnya) sebanyak 56-77% dari keseluruhan buah; untuk setiap 100 gram berisi: 61,5 g air, 1,8 g protein, 0,39 g lemak, 31,8 g karbohidrat, 1,7 g abu, 55 mg karotena, 0,13 mg tiamin, 1,19 mg riboflavin, 1,1 mg niasin, dan 8 mg vitamin C. Buah maja mengandung banyak tanin (kulit buahnya mencapai 20% tanin). Marmelosina (C13H12O3), rninyak yang miadah rnenguap, limonena, alkaloid, kumarin dan steroid juga dijumpai pada berbagai bagian dari pohon maja ini. Botani Pohon maja berukuran kecil dan mudah luruh daunnya, tingginya 10-15 m, pangkal barangnya berdiameter 25-50 cm. Cabang-cabang tuanya berduri; durinya tunggal atau berpasangan, panjangnya 1-2 cm. Daunnya berseling, beranak daun tiga-tiga; tangkai daunnya 2-4 cm panjangnya, tangkai daun lateral mencapai 3 mm, tangkai daun terminal sampai 15 mm; anak daun lateral bundar telur (ovate) sampai Prong (elliptic), mencapai 7 cm x 4,2 cm, anak daun terminal bundar telur sungsang (obovate) mencapai ukuran 7,5 cm x 4,8 cm, berbintik bintik kelenjar kecil-kecil tetapi rapat. Perbungaannya berbentuk tandan di ketiak, panjangnya 4-5 cm, bunga-bunganya bergerombol dengan kelopaknya bersegi tiga melebar, panjangnya 1,5 mm; daun mahkotanya lonjong-bundar telur sungsang, 14 mm x 8 mm, kehijau-hijauan sampai putih; benang sarinya 35-45 lembar, putih, tangkai sarinya 4-7 mm panjangnya; bakal buahnya 8 mm x 4 mm, tangkainya sangat pendek. Buahnya berupa buah buni yang agak bulat, diameternya 5-12,5 cm, seringkali bertempurung mengayu yang keras, bersegmen 8-16(-20), berbiji 6-10 butir, berada di dalam daging buah yang jernih, lengket dan dapat dimakan. Bijinya terbungkus oleh bulu-bulu seperti wol, berada di dalam kantung yang berlendir lengket, yang akan mengeras jika dikeringkan, kulit bijinya putih (Hartiana, 2009).
Tanaman mojo (Aegle marmelos L.) sering digunakan sebagai obat tradisional (Hariana, 2007). Buah mojo yang matang dapat dimakan langsung atau dibuat serbat, sirup dan nektar buah. Buah yang matang dapat diiris-iris, dikeringkan dan digunakan sebagai obat disentri kronis, diare, dan sembelit. Kulit buah mentah dapat digunakan sebagai cat kuning dan sebagai agen tanin. Kulit batang ini digunakan untuk meracuni ikan. Akar mojo digunakan sebagai obat penenang debaran jantung, gangguan pencernaan, dan bengkak lambung. Daun, akar, dan kulit batang mojo (Aegle marmelos L.) mengandung saponin, di samping itu akar dan kulit batangnya mengandung flavonoid dan polifenol dan daunnya juga mengandung tanin
 (Nurcahyati, 2008).
II.2  Kandungan metabolit Sekunder
       II.2.1  Alkaloid
Alkaloid merupakan sekelompok metabolit sekunder alami yang mengandung nitrogen yang aktif secara farmakologis yang berasal dari tanaman, mikroba tau hewan. Dalam kebanyakan alkaloid, atom nitrogen merupakan bagian dari cincin. Alkaloid secara biosintesis diturunkan dari asam amino. Namun alkaloid berasaldari kata “alkalin” yang berarti basa yang larut air. sejumlah alkaloid alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit, reserfpin dan taxol. Alkaloid bersifat basa dan membentuk garam yang larut air dengan asam- asam mineral. Pada kenyataannya satu atau lebih atom nitrogen yang ada dalam alkaloid pada umumnya membentuk amina 1º, 2º atau 3º, yang berkontribusi pada kebasaan alkaloid. Tingkat kebasaan alkaloid sangat bervariasi tergantung pada strukrut molekul, dan keberadaan gugus fungsional. Kebanyakan alkaloid adalah padat kristalin dan berasa pahit. alakloid pada umumnya dikelompokkan sesuai dengan asam amino, baik yang menyediakan atom nitrogen maupun kerangka alkaloidnya. Meskipun demikian, alkaloid juga dapat dikelompokkan secara bersama- sama berdasarkan pada kesamaan struktur generiknya. Flafonoid, turunan 1,3- difenilpropan, merupakan sekelompok produk alami yang luas dan tersebar dalam tanaman tingkat tinggi. Kelompok senyawa ini juga ditemukan dalam tanaman tingkat rendah seperti algae. Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa berwarna kuning, dan berperan pada warna kuning bunga dan buah, yang mana flavonoid ini berada sebagai glikosida. Kebanyakan flavonoid berada sebagai glikosida, dan dalamsatu kelompok dapat dikarakterisasi sebagai monoglikosida, diglikosida, dan sebagainya. Saat ini lebih dari 2000 glikosoda flavon dan flavonoid telah diisolasi saat ini. Polifenol- polifenol tanaman, juga dikenal sebagai tanin sayuran,merupakan sekelompok senyawa alami yang heterogen yang tersebar secara luas dalam tanaman. Tanin sering terdapat dalam buah yang tidak masak, dan menghilang ketika buah masak. Dipercayai bahwa tanin dapat memberikan perlindingan terhadap serangan mikroba. Tanin mempunyai 2 jenis struktur yang laus yaitu proantosianidin terkondensasi dalam mana satuan struktur fundamental adalah inti fenolik flavan-3-ol (katekin) serta ester galoil dan heksahidroksidi-fenoil dan turunan- turunannya (Satyajit, 2007).
II.2.2  Terpenoid (termasuk triterenoid, steroid, saponin)
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat diiedentifikasi  berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah
Terpenoid mencakup sejumlah senyawa tumbuhan yang secara biosintesis berasal dari senyawa yang sama, yaitu isoprena. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30  asiklik yaitu skualen. Triterpenoid merupakan senyawa berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, optis aktif dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia. (Putra, 2007).
Steroid merupakan golongan lipid utama. Steroid berhubungan dengan terpena dalam artian bahwa keduanya dibiosintesis lewat rute yang mirip. Lewat reaksi yang benar-benar luar biasa urutannya, triterpena asiklik skualena dikonversi secara stereospesifik menjadi steroid tetrasiklik lanosterol, dan dari sini disintetis steroid lain.





Ciri struktur yang umum pada steroid ialah empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggota enam, dan cincin D beranggota lima, biasanya bergabung dengan cara trans (Hart, 2003).







Steroid terdapat dalam hampir setiap tipe sistem kehidupan. Dalam binatang banyak steroid bertindak sebagai hormon. Steroid ini, demikian pula steroid sintetik digunakan meluas sebagai bahan obat. Kolesterol merupakan sterfoid hewani yang terdapat paling meluas dan dijumpai dalamhampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan sumber yang kaya akan senyawaini. Kolesterol merupakan zat yang diperlukan dalam biosintesis hormon steroid, namun tak merupkan keharusan dalam makanan dalam makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzim A (Fessenden, 1982).
        II.2.3  Flavonoid, Tannin dan Polifenol
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel
(Putra, 2007).
Zat atsiri yang memberikan keharuman pada tumbuh- tumbuhan dan bunga adalah golongan senyawa yang disebut terpena. Bau dalamhutan konifer pada hari panas di musim panas sebagian disebabkan oleh terpena yang berasal dari pohon pinus. Memang sebetulnya nama terpena diturunkan dari senyawa yang diturunkan dari terpentin, yaitu cairan atsiri yang didapat dari pohon pinus (Stanley, 1988).
  Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.
Sifat antioksidan dari flavonoid berasal dari kemampuan untuk mentransfer sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan juga membentuk kompleks dengan logam. Kedua mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat aktivitas beberapa enzim.






Gambar. Peredaman radikal bebas oleh flavonoid. (A) struktur flavonoid.(B) proses peredaman radikal bebas oleh Flavonoid (Yuhernita, 2011).
    Secara struktural, flavonoid merupakan turunan 1,3-difenilpropan seperti kaemferol. Salah satu gugus fenil, cincin B, berasal dari jalur asam sikimat, sementara cincin yang lain (cincin A) berasal dari jalur asetat melalui penutupan cincin poleketida. Salah satu gugus pada hidroksil pada cincin A selalu berada pada posisi orto terhadap rantai samping,dan terlibat pada pembentukan cincin beranggota-6 ketiga (hanya ditemukan pada auron). Rantai samping 2-fenil pada kerangka flavonoid mengalami isomerisasi pada posisi 3-, menghasilkan pembentukan isoflavon (Satyajit, 2007).
II. 3  Uji Fitokumia
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut (Anonim, 2012).
Uji fitokimia dilakukan pada setiap simplisia dan ekstrak. Senyawa alkaloid diuji dengan pereaksi Bouchardat, dibuktikan dengan terbentuknya warna coklat merah. Senyawa flavonoid diuji dengan pereaksi amil alkohol, dibuktikan dengan terbentuknya warna merah. Senyawa tanin dan polifenol diuji dengan larutan 1 % FeCl3 memberikan warna biru lalu hitam. Senyawa tanin diuji dengan larutan gelatin memberikan endapan putih. Senyawa saponin diuji dengan pengocokan dan ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil pada filtrat simplisia. Senyawa triterpenoid dan steroid diuji dengan pereaksi Liebermann-Bouchardat ditandai dengan warna ungu untuk triterpenoid dan warna hijau biru untuk steroid. Senyawa kuinon diuji dengan larutan NaOH dan ditandai dengan terbentuknya warna kuning (Astuti, 2003).
Penapisan fitokimia metabolit sekunder daun maja meliputi analisis golongan-golongan senyawa:
•    Alkaloida: 1,0 mL sampel ditambah dengan 2-3 tetes pereaksi Dragendorf, bila bereaksi positif akan menghasilkan endapan jingga.
•    Steroid: 1,0 mL sampel ditambah dengan 1,0 mL pereaksi Lieberman- Buchard, bila bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna biru, hijau, merah, atau jingga.
•    Flavonoid: ke dalam 1,0 mL larutan sampel alkoholik ditambahkan sedikit serbuk magnesium dan beberapa tetes HCl pekat (pereaksi Shinoda), bila bereaksi positif, akan menghasilkan larutan berwarna jingga, merah muda atau merah.
•    Saponin: 2,0 mL larutan sampel dikocok beberapa menit, bila bereaksi positif akan terbentuk busa yang stabil selama 15 menit.
•    Polifenol: 1,0 mL larutan sampel ditambah dengan beberapa tetes larutan feri klorida 5%, bila bereaksi positif akan menghasilkan endapan coklat.
•    Glikosida: 2-3 mg sampel ditambahkan ke dalam 2 mL pereaksi Baljet, bila bereaksi positif akan menghasilkan warna jingga sampai merah
(Djalil et al, 2006).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III. 1  Pelaksanaan praktikum
        Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamist 31 Mei 2012 di Laboratorium Pengembangan Unit Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Kendari.
III.2   Alat dan Bahan
        Alat-Alat yang digunakan dalam percobaan ini  adalah Pemanas, Corong kaca, Tabung reaksi, Pipet volum 10 mL, Filler, Corong pisah, Botol semprot, Pipet tetes, Botol timbang, Batang pengaduk, Mortal, lumping, Gelas kimia 500 mL, Timbangan dan Gegep.
Bahan : Aquades, n-heksana, Air, etil asetat, Metanol, etanol, Asam sulfat,  asam klorida, Asam asetat,  kloroform, Eter,  amoniak 10%, Pereaksi uji fitokimia ( HgCl2, KI, Bi(NO3)3, HNO3, logam magnesium, larutan FeCl3, glatin 10%) dan Sampel tumbuhan yaitu daun maja (Aegle marmelos).

III.3   Prosedur Kerja
    Uji Alkaloid

                                                       
    Uji Steroid, Triterpenoid, dan Saponin




    Uji Flavonoid

    Uji Tannin dan Polifenol


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
Metabolit    Pengamatan    Kesimpulan
    +++    ++    +    -   
Alkaloid
- Meyer
-Dragendorf               

√    Diduga tidak mengandung alkaloid
Steroid
-Pereaksi Libermann- Burchard   
√                Diduga mengandung steroid
Triterpenoid
Pereaksi Libermann- Burchard   
√   
       
    Diduga mengandung Triterpenoid
Saponin
-Air
- Pereaksi Libermann- Burchard   

√   
√       

    Diduga mengandung saponin
Flavonoid                √    Diduga tidak mengandung Flavonoid
Tanin dan polifenol
-    Sampel + FeCl3    √                Diduga mengandung tanin/polifenol




IV.2  Pembahasan
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid. Menurut harbone (1987) fitokimia adalah suatu teknik analisa kandungan kimia didalam tumbuhan. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat diketahui secara kualitatif kandungan kimia dalam suatu jenis tumbuhan. Secara umum kandungan kimia tumbuhan dapat dikelompokkan kedalam golongan senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebar luas didalam tumbuhan. Untuk menentukan senyawa-senyawa tersebut maka digunakan pereaksi-pereaksi khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dregendrorf, Meyer, Wagner, asam pikrat dan pereaksi asam tannat untuk alkaloid. Pereaksi liebermen – burchard untuk terpenoid, FeCl3 untuk mengidentifikasi polifenol dan larutan gelatin untuk senyawa tannin.
Pada percobaan ini, dilakukan uji fitokimia pada daun maja (Aegle marmelos). Dalam uji fitokimia pada daun maja menggunakan uji alkoloid, uji steroid, Triterpenoid, Saponin, uji Flavonoid, uji Tannin dan Polifenol. Uji alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan. Pada uji alkaloid,  3 gram daun maja yang telah dihaluskan digerus dengan kloroform dan kemudian diekstrak dengan kloroform amoniakal. Tujuan dari pengekstrakan daun maja yang halus, agar memudahkan untuk melakukan identifikasi uji alkaloid pada daun maja dengan ukuran partikel yang sangat kecil akan menyebabkan kandungan kimia dari bahan atau sampel tersebut dapat tersaring dengan baik. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk mempercepat terjadinya ekstraksi oleh pelarut tertentu karena semakin besarnya luas permukaan sampel. Sedangkan ekstraksi dengan kloroform ammonikal untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksifenolik dari asam tannin tersebut. Dengan terputusnya ikatan tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tannin akan terikat pada kloroform ammonikal. Ekstrak daun maja yang mengandung garam organik dari alkaloid akan bereaksi dengan NH4+  dengan menarik H+ dari gugus organik membentuk alkaloid bebas dalam kloroform sedangkan ammoniak terpisah sebagai senyawa RNH4 dan H2O dalam fasa yang lain. Kemudian disaring. Setelah penyaringan dilakukan, kita mendapatkan residu dan filtrat yang berwarna hijau tua. filtrat yang diperoleh ditambahkan 10 mL H2SO4 2N, dikocok kuat dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan larutan asam sulfat dan lapisan bawah adalah kloroform berwarna hijau. Terbentuknya dua lapisan karena kloroform memiliki massa jenis yang lebih besar dari asam sulfat. Penambahan asam sulfat pada filtrat dimaksudkan untuk memprotonasi senyawa yang diidentifikasi dengan pereaksi meyer dan pereaksi Dragendorf. Hal ini diebabkan karena terjadi pengikatan kembali alkaloid menjadi garam alkaloid yang dapat bereaksi dengan pereaksi logam-logam berat yang spesifik sehingga alkaloid menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut dan terpisah dengan metabolit sekundernya. Lapisan asam sulfat diambil dan dibagi menjadi dua tabung. Tabung pertama ditambahkan pereaksi meyer dan tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorf. Penambahan pereaksi meyer dan pereaksi Dragendorf tidak didapatkan adanya endapan putih dan endapan coklat kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada daun maja tidak mengandung senyawa alkaloid.
Steroid merupakan triterpenoida yang kerangka dasarnya adalah cincin siklopentana perhidrofenantren. Sifat fisik dari steroid yaitu berbentuk padat, tidak berbau, dan sedikit berupa cairan sedangkan sifat kimianya bersifat basa dan non polar atau semi polar. Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis dalam merah. Mula-mula disebut saponin karena sifatnya yang khas menyerupai sabun (bahasa latin, sapo : sabun). Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan dan beberapa saponin bekerja sebagai anti mikroba.
Gambar struktur dasar steroida









Uji steroid, triterpenoid dan saponin dilakukan dengan menimbang daun maja 10 gram yang telah dihaluskan dan diekstraksi dengan etanol panas. Proses pengerusan dilakukan untuk menghancurkan didnding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil sedangkan fungsi penambahan etanol adalah untuk melarutkan ketiga senyawa tersebut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Filtrat yang diperoleh diuapkan dan diekstrak lagi dengan eter, untuk memisahkan komponen non polar yaitu steroid dan triterpenoid sedangkan saponin tetap di etanol. Ekstrak eter diuji dengan pereaksi Liebermann-Buchard dan menunjukkan adanya steroid dan triterpenoid yang ditandai dengan warna biru/hijau dan warna ungu/merah pada ekstrak daun maja. Sedangkan residu tidak larut dalam eter ditambahkan air dan dikocok kuat-kuat. Pada residu tersebut terdapat busa yang menandakan  ada saponin pada residu. Busa yang timbul disebabkan saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Selanjutnya residu dihidrolisis dengan HCl 2N sebanyak 4 mL dan disaring. Hidrolisis dengan HCl dimaksudkan untuk memutuskan gugus gula pada sampel. Selanjutnya endapan diuji dengan pereaksi Liebermann-Buchard menunjukkan adanya saponin dengan warna hijau/biru.
Percobaaan selanjutnya adalah uji flavonoid. Flavonoid adalah senyawa yang mengandung karbon C15 atas dua inti fenolat yang dihubungkan tiga satuan karbon cincin A yang memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi phloroglusinal dan cincin B biasanya 4,3,4 atau 3,4,5 terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, 1995). Sampel Aegle marmelos sebanyak 10 gram yang telah dihaluskan diekstraksi dengan methanol. Hal ini bertujuan  untuk dapat melarutkan senyawa ini, dan selanjutnya di saring untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat diuapkan dan diekstraksi dengan n-heksan. Setelah itu ekstrak daun maja dalam n-heksana diekstraksi kembali dengan etanol untuk melarutkan flavanoid dan ditambahkan dengan 0,5 g Mg. Penambahan logam Mg dan HCl untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid dimana flavanoid akan bereaksi dengan Mg setelah penambahan asam klorida pekat dengan terjadinya perubahan warna merah muda/ungu sebab flavanoid mengalami perubahan serapan cahaya ke arah panjang gelombang yang lebih besar akibat adanya reaksi reduksi oleh HCl. Namun setelah penambahan HCl tidak terjadi perubahan warna pada sampel. Hal ini menunjukkan bahwa pada daun maja (Aegle marmelos) tidak terkandung senyawa flavonoid.
Pada uji tanin dan polifenol, sampel digerus dengan air. Penggerusan ini dilakukan dengan air karena tanin dan polifenol mengandung satu atau dua senyawa hidroksil sehingga mudah larut dalam air dan  kemudian didihkan. Proses pemanasan ini bertujuan agar tanin dan polifenol tersebut itu dapat larut kemudian disaring dan dibagi menjadi 2 bagian. Tabung pertama diteteskan dengan FeCl3 dan diperoleh bahwa pada daun maja  terdapat tanin/polifenol karena menimbulkan warna biru hingga hitam yang menandakan bahwa sampel tersebut memiliki tanin/polifenol.



BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa uji fitokimia pada daun maja (Aegle marmelos) mengandung senyawa steroid, triterpenoid, saponin dan tannin. Dan tidak mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Hal ini dapat diketahui dengan tidak adanya perubahan yang menunjukkan adanya senyawa- senyawa tersebut setelah penambahan pereaksi spesifik.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum pada bagian uji alkaloid, sebaiknya ektraksi dengan penambahan asam sulfat dilakukan dua kali karena tidak menutup kemungkinan kandungan alkaloid masih tertinggal pada lapisan kloroform amoniakal.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011.Informasi Spesies Maja  (Aegle marmelos L, Corr). http://berkebundirumah.blogspot.com/2011/01/informasi-spesies.html. [5 Juni 2012].

Astuti, Ika Yuni. 2003. Efek Antidepresi dan Penapisan Fitokimia Beberapa Tumbuhan Pakan Primata. Pharmacy. 01. 07-11.

Djalil et al. 2006. Penapisan Fitokimia dan Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Air dan Etanol Daun Maja (Aegle marmelos Correa).Pharmacy. 04. ISSN 1693-3591.

Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ke 3 Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Hartaiana. 2009. Manfaat Tumbuhan. http://buahlangkapkp06.blogspot.com/2009/01/ria-hartiana-pkp-nama-daerah-ceremoi.html. [ 5 Juni 2012].

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.
Nurcahyati, Sri. 2008. Efektifitas Ekstrak daun Mojo (Aegle marmelos L.)Terhadap Kematian larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III. Skripsi. Univesitas Muhammadiyah Surakarta.

Purba, Ritson. 2007. Analisis Fitokimia dan Uji Bioaktivitas Daun kaca (Peperomia Pellucida (L) Krunth). Jurnal Kimia Wulawarman. 5. ISSN 1693-5616.

Satyajit. 2007. Kimia untuk Farmasi. Bahan Kimia Organik, Alam dan Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Stanley. 1988. Kimia Organik Terbitan Keempat. ITB. Bandung.
Yuhernita, Juniarti. 2011. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Metanol Daun Surian Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Makala Sains. 15. 48-52.


Tugas Setelah Praktikum
1.    Tuliskan reaksi umum yang terjadi pada:
a.    Uji alkaloid
b.    Uji steroid
c.    Uji flavanoid
d.    Uji tannin dan polifenol
2.    Pada uji alkaloid, kesimpulan yang akan saudara berikan (+) alkaloid atau (-) alkaloid. Jika uji dengan pereaksi meyer (+) sementara uji dengan drgendorf  (-)? Jelaskan!
Jawab   
1.    a. Reaksi umum pada uji alkaloid
K2HgI4            2K+   +  HgI42-    ( pereaksi meyer )


      + HgI42-                            HgI4
                                                                  terbentuk endapan putih       

KBiI4            K+ + Bil4-     (pereaksi dragendrof)


      + Bil4-                         Bil4
                                                                         

b. Reaksi umum pada steroid

                            +                            + H2SO4               senyawa kompleks berwarna
                                 Biru (steroid)       ungu/merah (triterpenoid)

c. Uji Flavanoid
C2H5OH + Mg        Mg(OH)2 + C2H5 Mg(OH)2 + CH3 – CH4 + HCl





d. Uji tannin dan polifenol
FeCl3         Fe3+  +  3Cl-   





2.    Pada uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo merkurat) dan pereaksi gragendorf (kalium tetraiodo bismutat).
Pada uji pereaksi meyer dihasilkan positif (+) alkaloid, apabila terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C no.2, dimana terlebih dahulu K2HgI4 terlarut dalam air secara reversible dengan mensorvasi asam iodide + KI + HgO, Hg2+ dan HgO membentuk kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih. Menggunakan pereaksi dragendorf (kalium tetraiodo bismutat) (+) alkaloid apabila terbentuk endapan coklat kemerahan atau hitam. Bila hanya uji dengan dragendrof positif sedang pereaksi meyer negatif, maka kesimpulan saya adalah + - - alkaloid. Hal ini karena ikatan yang terjadi antara alkaloid yang mengandung atom N dengan kedua pereaksi ini adalah ikatan koordinasi dengan Hg pada pereaaksi meyer dan dengan Bi pada pereaksi Dragendorf sehingga terbentuk senyawa koordinasi dengan N sebagai ligan dengan warna khas pada masing-masing pencampuran yang bersifat non polar. Namun pereaksi meyer lebih elektrofilik sehingga lebih lama dalam pembentukan kompleks dibandingkan Bi akan lebih mudah membentuk kompleks.



1 komentar:

  1. assalamu’alaium…..
    maaf sbelumnya gan ane mau nnya niich….
    knapa meyer, bouchardat, drogendorf dan as.pikrat di gunakan untuk uji alkaloid ????
    libermen-bouchad digunakan untuk uji triterpenoid n steroid ???
    FeCl3 di gunakan untuk uji tanin dan polifenol ???
    test busa di gunakan untuk uji saponin dan knapa bisa terjadina busa ???

    mohon bntuan nya sooob….
    thank’s….

    BalasHapus