Jumat, 02 November 2012

BAB I
PENDAHULUAN
I.1  Latar Belakang
Pemanfaatan pelarut dalam banyak penelitian menuntut ketersediaan pelarut-pelarut tersebut dalam jumlah yang besar. Perkembangan riset-riset ilmiah yang banyak berkembang di Dunia tentang pemanfaatan bahan alam menjadi produk yang memiliki daya pakai yang lebih dari produk aslinya menjadikan konsumsi dunia terhadap pelarut-pelarut selain air semakin meningkat. Khususnya pelarut organik yang banyak digunakan dalam sintesis dan uji kandungan kimia dari sampel.
Indonesia sebagai negara yang dikenal oleh dunia dengan keanekaragaman hayati memiliki banyak potensi untuk dilakukan sintesis bahan alamnya menjadi produk yang berdaya saing internasional. Penghasilan produk bahan ini tentu saja tidak memmerlukan waktu dan material yang sedikit. Diperlukan serangkaian cara untuk mengelolah hasil-hasil ini. Sehingga dalam pengelolahan ini, akan dibutuhkan senyawa organik baik dalam jumlah besar ataupun kecil.
Etil asetat atau etil etanoat merupakan salah satu pelerut organik yang keterpakaiannya dalam penelitian bahan alam sangat besar. Etil asetat merupakan pelarut polar menengah yang volatile (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat sering digunakan sebagai pelarut karena etil asetat dapat menyari senyawa-senyawa yang dapat memberikan aktivitas antibakteri diantaranya flavonoid pilohidroksi dan fenol yang lain. Telah diujikan bahwa ekstrak etil asetat daun ceremai mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus dan mempunyai aktivitas antijamur terhadap C. albicans dengan zona hambatan 20 mm2, 15 mm2 dan 18 mm2 (Mulyati : 2009). Karena keterpakaian etil asetat sebagai pelarut oragik yang baik, maka perlu dialakukan praktikum “Pembuatan Etil Asetat”.
I.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dirumuskan masalah bagaimana cara pembuatan etil asetat.
I.3  Tujuan Percobaan
Tujuan utama dari praktikum ini adalah membuat etil asetat.
    Manfaat Praktikum
Hasil praktikum ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi mengenai pembuatan  etil asetat dan sebagai rujukan dan pembanding pada praktikum selanjutnya.

BAB III
KAJIAN TEORI
III.1  Deskripsi  Senyawa Pembentuk Etil Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Anonin, 2009).


III.2  Deskripsi Umum Senyawa Etil Asetat (Etil Etanoat)
III.2.1 Defenisi dan Sifat-Sifat Etil Setat
Etil etanoat                   merupakan senyawa organik berwujud cair, tidak berwarna dan titik didih 770C, indeks bias 1,372, berbau wangi (aroma), mudah menguap. Etil asetat dibuat melalui reaksi esterifikasi senyawa asam asetat dengan methanol pada asam dan dipanaskan (Abraham, 2007 ). Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatile (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil  asetat merupakan  penerima ikatan  hidrogen yang  lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam.
III.2.2 Manfaat
Dalam kehidupan sehari-hari etil asetat berfungsi sebagai aroma makanan (essence) dan pelarut senyawa organik. Etil asetat sering digunakan sebagai pelarut karena etil asetat dapat menyari senyawa-senyawa yang dapat memberikan aktivitas antibakteri diantaranya flavonoid pilohidroksi dan fenol yang lain. Telah diujikan bahwa ekstrak etil asetat daun ceremai mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus dan mempunyai aktivitas antijamur terhadap C. albicans dengan zona hambatan 20 mm2, 15 mm2 dan 18 mm2 (Mulyati : 2009)

III.3  Pembuatan Etil Asetat (Etil Etanoat)
Ester dapat dibuat dengan mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol menggunakan katalis asam (HCl atau H2SO4). Biasanya reaksi berjalan dengan disertai pemanasan.
Pembuatan ester dengan cara demikian disebut esterifikasi Fischer. Persamaan umumnya dituliskan :

Reaksi tersebut merupakan reaksi kesetimbangan.
Untuk mendapatkan hasil yang banyak dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol atau asam berlebihan. Hasil ester yang banyak bisa juga diperoleh dengan cara memisahkan ester yang banyak terbentuk agar kesetimbangan bergeser ke kanan (Matsjeh, 1993 : 358).
Suatu ester asam karboksilat adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –CO2R dengan R dapat terbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibuat dengan mereaksikan langsung antara asam karboksilat dan dan suatu alkohol, suatu reaksi yang disebut reaksi esterifikasi. Esterifikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang reversibel.
[


Reaksi umum :



Reaksi khusus :




Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada kalangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kesetimbangan dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju pembentukan ester. Seperti banyaknya reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung melalui serangkaian tahap protonasi dan deptrotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik menyerang karbon positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud (Fessenden, 1982 : 82-83).
Esterifikasi asam karboksilat dengan suatu alkohol merupakan reaksi reversible. Jika asam karboksilat diesterkan digunakan alkohol berlebih, untuk membuat reaksi kebalikan yakni hidrolisis berkatalis asam atau ester menjadi asam karboksilat digunakan air berlebih. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke arah sisi asam karboksilat.
Jika asam karboksilat dan alkohol dengan katalis asam (biasanya HCl dan H2SO4) dipanaskan, terdapat kesetimbangan dengan ester dan air.




Proses ini dinamakan esterifikasi Fischer, yaitu berdasarkan nama Emis Fischer, kimiawan organik abad ke-19 yang mengembangkan metode ini. Walaupun reaksi ini adalah reaksi kesetimbangan, dapat juga dipanaskan untuk membuat ester dengan hasil yang tinggi dengan menggeser kesetimbangan ke kanan. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa teknik. Jika harga alkohol atau asam murah dapat digunakan jumlah berlebihan. Cara lain ialah dengan memisahkan ester dan/atau air yang terbentuk (dengan penyulingan) sehingga menggeser reaksi ke kanan (Hart, 1987).
Untuk melindungi gugus karboksilat sering dilakukan dengan perubahan gugus karboksilat menjadi ester. Reaksi asam karboksilat dengan alkohol akan menghasilkan ester. Metil atau etil ester yang paling banyak digunakan karena mereka stabil pada kondisi reaksi oksidasi yang biasa digunakan dalam reaksi senyawa organik. Ester dapat bereaksi dengan litium dan magnesium organometalik tetapi stabil terhadap Zn dan Cu organometalik. Deproteksi ester dapat dilakukan dengan hidrolisis dalam suasana asam.




(Anwar, 1994).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at 15 April 2011 di Laboratorium Pengembangan Unit Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Kendari.
III.2  Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu 1 set alat destilasi, 1 set alat refluks, Pipet volume 25 mL , Karet penghisap, Gelas kimia 100, 250 mL, Corong, Corong pisah, Pipet tetes, Botol semprot, Erlenmeyer 250 mL, Termometer, Batang pengaduk, Gelas ukur 50 mL
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Etanol 96%, Asam asetat, Asam sulfat pekat (H2SO4), Larutan natrium karbonat 30% (Na2CO3), Larutan Calium  klorida, Padatan Calium  klorida , Aquades

III.3  Prosedur Kerja

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1  Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan
No.    Perlakuan    Pengamatan
1.

2.

3.

4.
5.
6.    50 mL etanol + 50 mL CH3COOH + H2SO4 pekat 10 mL, direfluks
Larutan didinginkan, didestilasi

Destilat dimasukan dalam corong pisah +
Na2CO3 30 % 10 mL, dikocok
Lapisan atas + CaCl3 30% diekstraksi
Lapisan atas + CaCl3 1 gram, disaring
Larutan hasil didestilasi    Larutan homogeny
Larutan berwarna bening
Destilat keluar pada suhu 600C , volume 2/3 Volume awal
Terbentuk 2 lapisan

Terbentuk 2 lapisan
Larutan bening volume 30 mL
Larutan bening, Volume etil asetat = 25 mL

    Perhitungan
Diketahui :    volume awal  sampel = 110 mL
                       Volume akhir  = 25 mL
Penyelesaian :
Rendemen =  (volume destilat)/(volume sampel)  x 100%
                   = 22,72%  
IV.2  Pembahasan
Etil etanoat                  merupakan senyawa organik berwujud cair, tidak berwarna dan titik didih 770C. Etil etanoat/etil asetat dibuat melalui rekasi esterifikasi senyawa asam asetat dengan alkohol pada suasana asam dan dipanaskan.
Pada percobaan pembuatan etil etanoat ini, mula-mula gugus karbonil asam asetat diprotonasi oleh katalis asam (gugus H+). Dimana pada percobaan ini di gunakan H2SO4  pekat sebagai katalis. Tampak bahwa penambahan katalis dilakukan secara perlahan-lahan sambil didinginkan dan dikocok. Penambahan perlahan-lahan asam ini bertujuan agar campuran cepat homogen dan untuk menghindari terjadinya degradasi campuran beraksi (asam asetat dengan etanol), kemudian juga bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya H2SO4 menguap), mengingat bahwa sifat reaksi H2SO4 yang eksoterm.

Proses protonasi sangat dibutuhkan dalam reaksi ini, karena dapat menaikan muatan positif pada atom karbon karbonil. Karena tanpa adanya H+, oksigen yang terikat pada C karbonil memiliki keelektornegatifan yang besar sehingga adanya efek imbas indeks dapat menyebabkan C karbonil berkurang keelektronegatifannya karena O akan cenderung memberikan elektoronegatifan. Akan tetapi dengan adanya prtonasi pada oksigen karbonil menyebabkan oksigen lebih cenderung memberikan elektron pada H+ sehingga muatan positif dari karbon karbonil meningkat dan menyebabkan keadaan yang baik penyerangan nukleofilik. Dimana yang bertindak sebagai gugus nukleofilik di sini adalah gugus OH dari etanol. Gugus OH merupakan gugus masuk yang baik sehingga akan menyerang karbon karbonil pada asam asetat yang telah terprotonasi.







Pada tahap ini terjadi adisi nukloefilik, yakni gugus OH (pada etanol) kemudian terjadi ikatan C-O yang baru atau ikatan ester baru. Setelah adisi nukleofilik maka reaksi dilanjutkan dengan deprotonasi/penghilangan gugus H+ pada ikatan ekster yang baru. Deprotonasi ini dilakukan dengan tujuan untuk membentuk ikatan C-O yang stabil.







Karena digunakan katalis asam dari reaksi akan terbentuk kembali H+. hal ini memberikan peluang untuk terjadinya protonasi. Protonasi ini sangat di butuhkan karena melihat bahwa OH pada gugus asam asetat merupakan gugus pergi yang jelek karna OH memiliki keelektonegatifan sehingga kemampuan untuk terikat pada C yang parsial (+) sangat besar (karena adanya perbedaan momen dipol menyebabkan OH enggan pergi). Untuk itu dibutuhkan protonasi hingga terbentuk +OH2 yang merupakan gugus pergi yang baik.







Pada tahap akhir dari reaksi ini adalah lepasnya air dan putusnya ikatan C-O. akan tetapi karena reaksi ini merupakan kesetimbangan maka air yang dilepaskan akan menyerang kembali gugus karbonil yang terprotonasi. Ester yang dihasilkan (yang berprotonasi) akan melepaskan protonnya dan membentuk etil asetat/etil etanoat sebagai produk akhir.






Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel atau reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk mendapatkan produk yang besar maka kesetimbangan harus digeser ke kanan, dengan menambahkan alkohol berlebihan (Hart, 1987). Akan tetapi, ada efek dari penambahan alkohol berlebih karena reaksi akan mengalami trans-esterifikasi yakni akan menghasilkan hasil samping selain produk induk.
Hal yan sama juga terjadi pada pembuatan etil etanoat karena kita menggunakan alkohol berlebih maka kemungkinan untuk bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol akan bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol akan bereaksi dengan H2SO4 (sebagai katalis) membentuk hasil samping berupa dietil eter.
Pada pembuatan etil asetat ini, campuran (etanol + asam asetat + H2SO4) terlebih dahulu direfluks. Refluks ini adalah proses penambahan panas pada suatu larutan sehingga dapat meningkatkan energi aktivitas. Proses refluks ini bertujuan menghomogenkan larutan. Selain itu refluks juga berfungsi untuk memutuskan ikatan rangkap dari karbon karbonil dengan oksigen (C–O) sehingga akan memudahkan gugus OH (sebagai Nu-) untuk menyerang karbon karbonil. Dengan kata lain produk etil asetat yang diinginkan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Setelah direfluks maka dilanjutkan dengan destilasi hingga diperoleh 2/3 dari volume sebelumnya. Proses destilasi ini bertujuan memisahkan etil etanoat (etil asetat) dengan air atau dengan kata lain untuk mendapatkan etil asetat murni. Karena produk lain dari reaksi esterifikasi adalah H2O yang dapat dipisahkan dengan destilat karena antara air dan etil asetat memiliki perbedaan titik didih (air : 1000C sedangkan etil asetat : 770C). Sehingga destilat (memiliki titik didih rendah akan keluar terlebih dahulu) adalah etil etanoat (etil asetat).
Destilat, kemudian ditambahkan natrium karbonat 30% (Na2CO3). Penambahan ini dimaksudkan untuk mengekstraksi asam sisa dalam larutan etil asetat karena Na2CO3 memiliki kemampuan untuk mengekstrak asam sisa menghasilkan garam natrium yang larut dalam air. Dari hasil percobaan terlihat bahwa garam natrium yang larut dalam air ini berada pada lapisan bawah sedangkan senyawa-senyawa organik berada pada lapisan atas. Pembentukan 2 lapisan ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa jenis, dimana garam natrium yang larut dalam air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada senyawa organik yang terbentuk. Selain itu, kepolaran juga sangat mempengaruhi terjadinya pemisahan lapisan ini, dimana garam natrium dalam air ini bersifat polar sedangkan senyawa-senyawa organik yang dihasilkan (etil asetat dan dietil eter) bersifat non polar. Berdasarkan sifat kelarutannya, senyawa polar tidak akan larut dalam pelarut non polar dan begitu pula sebaliknya, pelarut polar tidak dapat melarutkan senyawa non polar.
Perlakuan selanjutnya adalah penambahan larutan kalsium klorida (CaCl2) ke dalam larutan yang diperoleh. Penambahan larutan ini bertujuan agar ion Ca2+ dapat menarik ion-ion karbonat yang ditambahkan sebelumnya, sehingga membentuk garam CaCl2 dan CaCO3, yang juga dapat dengan mudah dipisahkan dengan produk yang diinginkan karena CaCl2 dan CaCO3 membentuk endapan yang berada di dasar wadah karena memiliki massa jenis yang lebih besar dari produk yang diinginkan. Kemudian setelah lapisan atas dipisahkan, maka ditambahkan kalsium klorida anhidrous. Penambahan ini bertujuan agar ion-ion karbonat yang masih ada dalam larutan dapat ditarik oleh adanya ion Ca2+. Sehingga diharapkan dengan penambahan CaCl2 anhidrous dapat diperoleh larutan yang benar-benar murni. Setelah penambahan kalsium klorida anhidrous maka dilanjutkan dengan penutupan larutan. Hal ini dilakukan agar larutan yang kita peroleh tidak banyak menguap, mengingat bahwa sifat dari etil asetat adalah mudah menguap. Sedangkan untuk perlakuan, dimana larutan didiamkan dengan tujuan agar mempercepat terbentuknya endapan CaCl2.
Kemudian dilakukan pemisahan, filtrat yang diperoleh kemudian ditampung dalam labu destilasi untuk dilakukan proses destilasi. Menurut Matsjeh (1993), destilasi merupakan suatu metode pemisahan sifat fisik senyawa organik yang mudah menguap. Pada dasarnya, pemisahan dengan destilasi ini adalah memanfaatkan perbedaan titik dalam suatu campuran senyawa. Untuk itu, dalam percobaan ini proses destilasi digunakan untuk memisahkan dietil eter (sebagai hasil samping) dengan etil asetat yang diinginkan, berdasarkan perbedaan titik didih kedua senyawa tersebut. Karena titik didih dietil eter lebih kecil yakni 350C – 400C sedangkan titik didih etil asetat adalah 740C – 770C, sehingga yang keluar sebagai destilat yang ditampung sebagai produk yang diinginkan ditampung pada suhu 740C – 770C, yakni destilat etil asetat (etil etanoat). Pada percobaan ini, destilat yang diperoleh setelah pemanasan mencapai suhu 640C adalah sebanyak 25 mL dari 110 mL volume larutan sampel. Sehingga diperoleh rendemen sebesar 22,73 %. Rendemen ini diperoleh dengan membandingkan volume destilat dengan volume sampel.




BAB V
PENUTUP
V.1  Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dalam praktikum ini maka dapat ditarik kesimpulan Etil asetat dapat dibuat dengan mereaksikan asam asetat dengan etanol pada suasana asam dan dipanaskan, dengan reaksi sebagai berikut :



Reaksi yang terjadi pada pembuatan etil asetat ini yaitu reaksi esterifikasi. Pada suhu 35 – 400C diperoleh hasil samping berupa etil eter dan pada suhu 74 – 770C diperoleh produk berupa etil asetat (etil etanoat) dengan menggunakan destilasi. Rendemen etil asetat yang diperoleh sebesar 22,72 %.
V.2 SARAN
Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya, praktikan lebih memperhatikan suhu saat perefluksan dan saat destilasi serta menutup larutan setelah pecampuran untuk menghindari kemungkinan menguapnya zat-zat campuran yang volatil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar