Rabu, 13 Februari 2013

DAMPAK PENGGUNAAN NATRIUM BENZOAT

I.    Judul : Dampak Penggunaan Natrium Benzoat pada Makanan dan Minuman Kemasan Terhadap Kesehatan.

II.    Pendahuluan:
A.    latar belakang masalah
Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan dan minuman semakin meningkat, terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh. Penambahan bahan tambahan/zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran.
Proses pengawetan dengan natrium benzoat telah lama dikenal dan digunakan oleh manusia, teknologi berjalan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan adanya ketersediaan pangan. Secara umum makanan dan minuman di alam mempunyai masa penyimpanan (Shelf life) yang pendek atau relatif cepat mengalami kerusakan sehingga diperlukan upaya-upaya untuk dapat memperpanjang masa penyimpanan. Masa penyimpanan (Shelf life) berbeda dengan masa kadaluarsa, makanan yang telah melewati masa penyimpanan mungkin masih bisa dikonsumsi namun kandungan nutrisi sudah tidak terjamin. Pengawetan makanan dan minuman bisa diartikan sebagai suatu proses untuk menjaga keberadaan nutrisi pada makanan sehingga makanan masih dapat dikonsumsi dengan aman pada waktu yang lama dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sesuai perkembangan zaman, manusia tidak hanya mengkonsumsi makanan dan minuman dalam bentuk segar (fresh) tapi juga dalam bentuk bahan olahan. Munculnya produk olahan lebih didasari pada keinginan manusia untuk mencoba hal-hal baru atau untuk memenuhi kebutuhan manusia yang berkaitan dengan aktifitas pada masa modern. Maka muncullah produk-produk seperti biskuit, daging/ikan kaleng, susu, soft drink dan lain-lain, beberapa produk soft drink memiliki masa kadaluarsa (expired date) sampai satu tahun. Oleh karena itu proses pengawetan sudah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Sehingga banyak penyakit yang disebabkan akibat menkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung Natrium Benzoat seperti kanker dan gangguan pencernaan.
Sehubungan hal tersebut, maka dibuat sebuah makalah yang berjudul “Dampak Peggunaan Bahan Pengawet (Natrium Benzoat)  Pada Makanan dan Minuman Kemasan Terhadap Kesehatan.”
B.    Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.    Bagaimana peran natrium benzoat dalam makanan dan minuman kemasan ?
2.    Apakah dampak yang ditimbulkan akibat pemakaian natrium benzoat sebagai bahan pengawet dalam makanan dan minuman kemasan ?
3.    Bagaimana cara menanggulangi dampak yang diakibatkan oleh pemakaian bahan pengawet natrium benzoat ?
4.    Bagaimana langkah-langkah dalam memilih makanan dan minuman yang aman untuk dikonsumsi ?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.    Mengetahui peran natrium benzoat dalam makanan dan minuman kemasan.
2.    Mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pemakaian natrium benzoat sebagai bahan pengawet dalam makanan dan minuman kemasan.
3.    Memperoleh cara penanggulangan terhadap dampak yang diakibatkan oleh bahan pengawet natrium benzoat pada makanan dan minuman kemasan.
4.    Mengetahui langkah-langkah dalam memilih makanan dan minuman yang aman untuk dikonsumsi.
III.    Perspektif teori
Sejak awal 1900-an, natrium benzoat telah digunakan sebagai pengawet makanan. Hal ini digunakan dalam berbagai aplikasi pengawet karena aksi antimikroba yang dikombinasikan dengan toksisitas rendah dan rasa rendah. Dari dan non-karbonasi minuman bersoda, buah dan jus buah, sirup, buah zaitun, acar dan lain natrium benzoat bumbu yang banyak digunakan dalam sejumlah produk yang kita konsumsi melalui penggunaan sehari-hari. Oleh karena itu, wadah harus tetap tertutup saat tidak digunakan. Ini akan mudah larut dalam air, membentuk berwarna, solusi transparan. Umumnya, natrium benzoat terdaftar sebagai GRAS (umumnya diakui sebagai aman) oleh FDA AS saat digunakan sebagai agen antimikroba atau sebagai bahan penyedap dan tambahan dalam tingkat tidak melebihi praktek manufaktur yang baik (GMP) (Faisal M, 2010).
Natrium benzoat  adalah senyawa yang digunakan sebagai pengawet dalam bentuk garam, dengan ciri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, Mudah larut di dalam air dan pada pemanasan yang tinggi akan meleleh lalu terbakar serta Sukar larut di dalam etanol dan lebih larut dalam etanol 90%.

Menurut  sebuah  studi  WHO,  Sodium  Benzoat atau Natrium Benzoat adalah  bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok  untuk  jus  buah  maupun  minuman  ringan.  Sodium  benzoat  banyak  digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirup buah dan lainnya (Puspitasari R., 2011).
Dalam bahan pangan garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi. Memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0 serta menghambat pertumbuhan kapang dan khamir (Nurcahyani, 2005).
Struktur Natrium benzoat : C7H5NaO2 .






(Wikepedia, 2012).
International Programme on Chemical Safety tidak menemukan adanya dampak terhadap kesehatan manusia dengan dosis sebesar 647-825 mg/kg berat badan per hari. Degradasi Sodium Benzoat (yang dihasilkan dalam tubuh dari garam sodium) telah dipelajari secara detail dan menunjukkan bahwa bahan-bahan ini tidak berbahaya. Sekitar 75-80% dikeluarkan dalam jangka waktu 6 jam dan seluruh dosis akan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam jangka waktu sekitar 10 jam. Batasan yang ditentukan untuk Sodium Benzoat dalam makanan bukan karena sifat racunnya, melainkan karena jumlahnya melebihi 0.1%, bahan ini dapat meninggalkan rasa tertentu di mulut (Kastanya, 2008).
Mekanisme pengawetan dimulai dengan penyerapan asam benzoat ke dalam sel. Jika pH intraseluler perubahan 5 atau lebih rendah, fermentasi anaerob dari glukosa melalui fosfofruktokinase ini mengalami penurunan sebesar 95%, sehingga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikro-organisme yang menyebabkan pembusukan makanan (Wekipedia, 2012).
Natrium benzoat telah digunakan secara luas pada berbagai produk pangan seperti minuman, produk bakeri, dan makanan lain (Tabel 1). Asam benzoat juga digunakan sebagai pengawet dalam industri kosmetik dan farmasi. Umumnya, natrium benzoat dengan konsentrasi 0.1%-0.5 % digunakan pada kosmetik, sedangkan dalam industri farmasi digunakan konsentrasi 0.05%-0.1% (Chipley 2005). Asam benzoat juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit pascapanen pada berbagai buah dan sayur. Asam benzoat dan turunannya telah disarankan untuk digunakan sebagai fungisida, khususnya terhadap A. flavus pada kacang.
Tabel 1. Konsentarsi Natrium Benzoat dalam berbagai produk






Menurut FDA, benzoat hingga konsentrasi 0.1 % digolongkan sebagai ’generally recognized as safe’ (GRAS). Di negara-negara selain Amerika Serikat, natrium benzoat digunakan hingga konsentrasi 0.15% dan 0.25%. Batas European Commision untuk asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0.015-0.5%. Di Indonesia, penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar dari 0.06 %-0.1 %. Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat pada berbagai jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 2.
    Tabel 2. Batas Maksimum penggunaan Natrium Benzoat Di Indonesia





Sodium benzoate ditambahkan ke banyak makanan dengan pH 4,5 atau lebih rendah seperti acar, saus tomat, dan minuman ringan. Hal ini juga ditambahkan ke obat kumur, pasta gigi, krim, lotion dan produk kosmetik lainnya di mana sebagian kecil dapat diserap melalui kulit. Meskipun peraturan hanya mengizinkan dalam jumlah yang sedikit dari natrium benzoat yang ditambahkan dalam makanan dan minuman, namun efek dari dosis natrium benzoat dari waktu ke waktu tidak dapat diketahui. Karena melihat fenomena yang ada, berapa banyak natrium benzoat yang dikonsumsi setipa individu dalam sehari yang dapat menyebabkan penumpukan natrium benzoat dalam tubuh, yang pada akhirnya akan mengganggu kesehatan.
Profesor Peter piper seorang ahli biologi molekuler di Universitas Sheffield menemukan bahwa natrium benzoat merusak DNA mitokondria dari sel ragi (Mitokondria adalah elemen yang mengambag bebas dalam sel dengan beberapa fungsi saling berkaitan dengan metabolisme sel dan penuaan sel). Salah satu bahaya kanker diketahui ada hubungannya dengan natrium benzoat (Anonim, 2011).
IV.    Sistimatika penulisan
Sistematika dari penulisan makalah ini yaitu:
I.    Natrium Benzoat dalam Makanan dan Minuman Kemasan
II.    Dampak Yang Ditimbulkan
III.    Penanggulangan Terhadap Dampak Pemakaian Natrium Benzoat
IV.    Langkah Memilih Makanan yang Aman untuk Konsumsi
V.    Sub judul
1.    Natrium Benzoat dalam Makanan dan Minuman Kemasan
Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, mengindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan. Natrium benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Banzoat, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (jamur). Benzoat merupakan pengawet organik yang berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikrobia (anti mikrobia) (Mardiono, 2012).
Berdasarkan hasil riset, hampir semua Mie Instant seperti Indomie, Mie Sedap dan Sarimi menggunakan bahan pengawet Natrium Benzoat. Garam Natrium Benzoat  merupakan  bahan pengawet yang banyak digunakan   secara luas pada bahan makanan yang bersifat  asam.  Bahan  ini  efektif  untuk  mencegah  pertumbuhan khamir, kapang dan bakteri pada tingkat keasaman pH 2.5 - 4.0. US FDA (Food Drug Administration) memuat pengawet benzoat dalam sebagai kategori aman atau GRAS (generally recognized as safe).   Penggunaan pada produk makanan  diperbolehkan  tidak  melebihi  dari 0.1%  atau 1000  ppm.
Penggunaan  pengawet  tersebut  harus  mengikuti  takaran  yang
dibenarkan.   Upaya   produsen ( pelaku   usaha)   dalam   memberikan perlindungan konsumen sehubungan dengan penggunaan bahan pengawet pada makanan adalah  dengan memenuhi ketentuan tentang pengaturan penggunaan pengawet terhadap produk makanannya. Penggunaan pengawet yang diizinkan  dan  takaran  yang benar,  diharapkan  dapat  memberikan perlindungan terhadap konsumen dan kemungkinan penggunaan zat yang mengandung bahaya.
Penambahan pengawet natrium benzoat  pada  minuman isotonik tidak   dilarang   pemerintah.   Namun,   produsen   hendaknya   tidak menambahkan pengawet dengan ukuran sesuka hati, karena bahan pengawet tersebut  akan  menjadi  berbahaya  jika  dikonsumsi  secara  berlebihan
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rohadi dan tim peneliti Fakultas Teknologi Pertanian Semarang, yang melaporkan bahwa mayoritas saos tomat mengandung pengawet (benzoat) yang melebihi standar mutu yang ditentukan (1000 mg/kg), yaitu berkisar 1100 – 1300 mg/kg. Oleh sebab itu maka pada diskusi ilmiahnya dihimbau agar masyarakat berhati-hati mengkonsumsi saos tomat. Apabila tubuh mengkonsumsi bahan pengawet ini secara berlebih, dapat mengganggu kesehatan, terutama menyerang syaraf (Rohadi, 2002). Alimi telah melakukan penelitian tentang pemberian natrium benzoat kepada tikus mencit selama 60 hari secara terus menerus dan dilaporkan bahwa pada pemberian benzoat dengan kadar 0,2% menyebabkan sekitar 6,67% mencit putih terkena radang lambung, usus dan kulit. Sedangkan pada pemberian kadar 4% menyebabkan sekitar 40% tikus mencit menderita radang lambung dan usus kronis serta 26,6% menderita radang lambung dan usus kronis yang disertai kematian (Alimi, 1986 di dalam Siaka I.M).
Jadi sekarang mengapa dimasukkan ke dalam makanan? Ini adalah penghambat jamur yang termurah di pasar, sehingga itu semua tentang uang. Makanan asam cenderung tumbuh bakteri, jamur dan ragi lebih mudah daripada non-asam makanan, sehingga natrium benzoat memperpanjang kehidupan makanan, sementara itu lebih pendek kehidupan manusia.
2.    Dampak Yang Ditimbulkan
Menurut Nova (2007), meski kandungan bahan pengawet natrium benzoat umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi  secara terus menerus akan berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Penggunaan pengawet tersebut dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit lupus (Systemic Lupus Eritematosus/SLE). Efek samping lain yang bisa timbul adalah odema (bengkak) akibat dari retensi (tertahannya cairan dalam tubuh) dan biasa juga karena naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma akibat pengikatan air oleh natrium.
Dalam riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan menyatakan bahwa natrium benzoat diperkirakan dapat merusak DNA. Hal ini dikemukakan oleh Pete Piper (professor bidang biologi molekuler dan bioteknologi) yang telah meneliti natrium benzoat sejak 1999. Ia pernah menguji natrium benzoat pada sel ragi yang hidup, yang akhirnya menemukan bahwa substansi tersebut (Natrium Benzoat) dapat merusak DNA mithokondria pada ragi. Di dalam tubuh, mitokondria berfungsi menyerap oksigen  untuk menghasilkan energi. Dan nila rusak, seperti terjadi pada sejumlah kondisi pada saat sakit, maka sel mulai mengalami kegagalan fungsi yang sangat serius. Sehingga dalam tubuh akan terjadi kerusakan DNA di dalam motokondria.  Natrium benzoat dalam tubuh pada tingkat sel DNA dengan mencabut sel mitokondria oksigen, kadang-kadang benar-benar menutup mereka turun. Sama seperti manusia membutuhkan oksigen untuk bernapas, sel membutuhkan oksigen untuk berfungsi dengan baik dan untuk melawan infeksi, termasuk kanker. Dan ada sejumlah penyakit dimana yang sekarang dikaitkan dengan penyakit Parkinson dan beberapa penyakit akibat degenerasi saraf.
Dampak natrium benzoat pada minuman isotonik, maupun minuman-minuman ringan lainnya adalah kanker. Hal terebut dikarenakan vitamin C (asorbic acid) yang ditambahkan dalam minuman isotonik akan bereaksi dengan natrium benzoat menghasilkan benzen. Benzen tersebut dikenal sebagai polutan udara dan dapat menyebabkan kanker (Avicenna, 2008).
 Para ilmuwan telah menyerukan US Food and Drug Administration untuk menguji ulang potensi bahaya dari natrium benzoat dan asam sitrat dalam minuman ringan, karena tes membuktikan keamanan yang cukup tua. Untuk sementara, mungkin saja ide yang baik untuk setidaknya mengurangi jumlah minuman ringan yang Anda konsumsi, dan terutama untuk membatasi konsumsi minuman ringan untuk anak-anak. Sehingga dapat mengurangi racun dalam tubuh  (Faisal M., 2010).
Berdasarkan penelitian Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-gejala hiperaktif, sariawan, kencing terus-menerus serta penurunan berat badan. Untuk asam benzoat dan natrium benzoat bisa menimbulkan reaksi alergi dan penyakit saraf.
Benzoat memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia dan hewan karena manusia dan hewan memiliki mekanisme detoksifikasi. Benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian dikeluarkan melalui urin (White et al. 1964 diacu dalam Chipley 2005). Tahap pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikalatalisis oleh enzim acyltransferase. Keseluruhan reaksi dapat dilihat pada Gambar dibawah. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95 % asam benzoat. Sisa benzoat yang tidak dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat didetoksifikasi melalui konjugasi dengan asam glukuronat dan dapat dikeluarkan melalui urine. Natrium benzoat berasal dari reaksi asam benzoat dengan natrium hidroksida, natrium benzoat sebenarnya adalah garam sodium dari asam benzoat. Sodium benzoat adalah aditif karsinogenik yang dikenal apabila dimakan atau diterapkan pada kulit, akan diangkut ke hati, di mana ia seharusnya disaring, dan diusir dalam urin, tapi kerusakan akan dilakukan sebelum proses itu selesai. 










Gambar  Proses Detoksifikasi Asam Benzoat (White et al. 1964 diacu dalam Chipley 2005)

Faktor pembatas dalam biosintesis asam hipurat adalah ketersediaan glisin. Penggunaan glisin dalam detoksifikasi benzoat menyebabkan penurunan kadar glisin dalam tubuh. Oleh karena itu, konsumsi asam benzoat atau garamnya mempengaruhi fungsi tubuh atau proses metabolik yang melibatkan glisin, sebagai contoh penurunan kreatinin, glutamin, urea, dan asam urat (WHO 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Hauschildt et al. (1983), menunjukkan bahwa pemberian benzoat pada tikus menyebabkan peningkatan sintesis dan dekarboksilasi glisin.
FDA mengatakan itu aman karena jumlah yang digunakan untuk mengawetkan makanan sangat rendah, tapi jangan pernah memadukannya dengan vitamin C atau E, karena hal ini menyebabkan benzena yang akan dibentuk. Ini berbahaya. Benzene adalah karsinogen diketahui, yang berarti menyebabkan kanker.

3.    Penanggulangan Terhadap Dampak Pemakaian Natrium Benzoat
Semakin banyaknya isu terhadap bahaya bahan pengawet khususnya natrium benzoat menjadikan konsumen lebih berhati-hati dalam mengonsumsi makanan, dan lebih memilih bahan-bahan alami yang aman bagi kesehatan. Pemakaian bahan pengawet berupa natrium benzoat harus benar-benar memperhatikan batas kadar pemakaiannya terhadap makanan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya efek negatif sebagai akibat konsumsi makanan atau minuman tersebut.
Penggunaan pada produk makanan diperbolehkan tidak melebihi dari 0.1% atau 1000 ppm(Luthana,2008). Konsumsi terhadap makanan dan minuman lainnya yang mengandung bahan pengawet natrium benzoat hendaknya memperhatikan besarnya kadar natrium benzoat yang terdapat dalam produk. Produk yang telah memiliki ijin dari badan kesehatan makanan dinilai lebih memberikan jaminan kelayakan untuk dikonsumsi. Konsumsi yang terlalu sering sebaiknya dihindari karena akan menimbulkan penumpukan bahan pengawet di dalam tubuh. Penyakit yang disebabkan mengkonsumsi natrium benzoat dalam jumlah besar berpengaruh dalam jangka yang panjang.
Untuk menaggulangi dampak yang disebabkan natrium benzoat seperti kanker, penyakit lupus, tekanan darah tinggi, edema (bengkak) dan degenerasi saraf segera ke dokter spesialis yang ahli dalam bidang tersebut. Agar dapat ditangani sesegera mungkin.

4.    Langkah Memilih Makanan yang Aman untuk Konsumsi
Meski tidak semua bahan pengawet berbahaya namun hendaknya   tetap berhati-hati. Bahan pengawet yang dikatakan aman, akan menjadi berbahaya jika dikonsumsi melebihi dosis maksimum. Ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri
Berikut adalah beberapa cara untuk mengetahui aman atau tidaknya suatu produk makanan, yaitu :
1.    Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack, kerupuk, mie, es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan telah ditambahi zat pewarna yang tidak aman. Demikian juga dengan warna daging sapi olahan yang warnanya tetap merah, sama dengan daging segarnya.
2.    Mencicipi rasanya. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, semisal sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
3.    Perhatikan kualitas makanan tersebut, apakah masih segar, atau malah sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan proses pengawetan tidak berjalan sempurna, atau makanan tersebut sudah kadaluwarsa.
4.     Mencium aromanya. Bau apek atau tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.
5.     Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang berbahaya.
6.    Kriteria aman itu bervariasi. Aman buat satu orang belum tentu aman buat yang lainnya. Pada beberapa orang bahan pengawet tertentu dapat menimbulkan reaksi alergi.
7.    Memastikan bahwa produk yang dikonsumsi telah terdaftar di BadanPengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bisa dicermati dalam labelyang tertera di kemasannya.
8.    Kurangi mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan pengawet.
VI.    Penutup
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan dari makalah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.    Natrium benzoat digunakan sebagai bahan pengawet dalam makanan dan minuman dimaksudkan untuk mencegah timbulnya bakteri dan khamir. Bahan ini di dalam tubuh bereaksi dengan asam amino glisin dengan hasil Hipurat yang akan dikeluarkan bersama urin.
2.    Konsumsi makanan dan minuman dalam kemasan yang mengandung bahan pengawet natrium benzoat secara terus-menerus akan berakumulasi dan menimbulkan dampak  buruk terhadap kesehatan antara lain penyakit lupus, edema, kerusakan pada sel, dan kanker.
3.    Dampak akan bahaya konsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan pengawet natrium benzoat dapat dihindari yaitu dengan memperhatikan besarnya kadar natrium benzoat yang terdapat dalam produk. Produk yang telah mmiliki ijin dari badan kesehatan makanan dinilai lebih memberikan jaminan layak untuk dikonsumsi. Konsumsi yang terlalu sering sebaiknya dihindari karena akan menimnbulkan penumpukan bahan pengawet dalam tubuh.
4.    Langkah pemilihan makanan yang aman dari bahaya bahan pengawet dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan fisik produk dari segi warna, rasa, bau, kesegaran, komposisi dan ada tidaknya ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dicantumkan dalam kemasan produk.
B.    Saran
Sebaiknya jika mengkonsumsi makanandan minuman, hendaknya harus lebih teliti dan bijak dalam memilih makanan dan minuman yang sehat. Karena saat ini sangat banyak makanan dan minuman yang dijual secara bebas dan mengandung bahan pengawet yang sangat berbahaya bagi kesehatan.

VII.    DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Bahaya Sodium Benzoat. http://www.spafromscratch.com/?p=4041. [9 Oktober 2012].

Eka Suryani N., dkk. 2009. Natrium Benzoat Sebagai Bahan Pengawet Minuman Isotonik. Universitas Negeri Malang Fakultas MIPA.

Faisal M., 2010. Natrium Benzoat. http://industri10yusup.blog.mercubuana.ac.id/2010/10/07/sodium-benzoat-oleh-faisal/. [9 Oktober 2012].

Nurcahyani. 2005. Analisis Kadar Natrium Benzoat dan Jenis Zat Aditif Pewarna Pada Saus tidak Bermerk di Pasar Dinoyo Malang (Online),(http://digilib.umm.ac.id/go.php?id=jiptummpp-gdl-s1-2005-nurcahyani-3390,.[3 Oktober 2012].

Puspitasari R. 2011. Natrium Benzoat.
http://riapuspitasari108002.blogspot.com/2011/12/profil-natrium-benzoat.html.
[3 Oktober 2012].
Kastanya, luthana. 2008. Natrium Benzoat 
(Online),(http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/category/natrium-benzoat/, [3 Oktober 2012].

Siaka I.M., 2009. Analisis bahan pengawet benzoat pada saos tomat Yang beredar di wilayah kota denpasar. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. ISSN 1907-9850.

Siswoyo. 2007.Waspadai Penggunaan Pengawet Natrium Benzoat dan KaliumSorbat.
(online),(http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1172659584,64317. [ 3 Oktober 2012].

Suara Karya. 2006. Produk Minuman Isotonik Berpengawet . (online),(http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=160028. [3 Oktober 2012].

Tisnawati. 2005. Teknik penggunaan asam benzoat dan sodium benzoat Untuk memperpanjang lama peragaan bunga sedap malam. Buletin Teknik Pertanian. 10.

KIMIA MASA DEPAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan salah satu disiplin ilmu yang sudah ada sejak dulu dengan berbagai referensi perubahan kimia dan membahas tentang sifat alami suatu zat atau materi dari masa bangsa Mesir kuno dan Yunani. Kimia modern berawal dengan munculnya ahli kimia pada abada ke-17 dan abad ke-18 yaitu Boyle dan Lavoisier, kedua ilmuan ini yang memimpin perkembangan kimia dua abad tersebut. Di abad ini, muncullah delapan orang ahli kimia dengan satu spektrum lebar dari tampilan daya tarik bagi masa depan dan berbagai penemuan di bidang masing-masing untuk mengembangkan ilmu kimia di masa yang akan datang. Meskipun penelitian terus meningkat dengan baik, artikel secara kasar dibagi ke dalam area ilmu kimia tradisional. Artikel ini merupakan catatan yang menarik karena berbagai tema artikel yang berisi daya yang berkelanjutan. Alat-alat kimia digunakan untuk penyelidikan biologi dan alat analisis kimia yang berdasarkan percobaan dan teori yang ada. Struktur  dan ikatan merupakan inti dari disiplin ilmu kimia, terutama anorganik kimia, sedangkan penggunaan yang lebih lemah  gaya intermolekul dan supermolekuls yang merupakan satu bidang dengan banyak statis untuk eksplorasi. Untuk mulai, tempat pusat dari sintesis ilmu kimia ditekankan dan berkelanjutan ke tempat pengetahuan  ilmu kimia (Ryoji, 2009).
Hasudungan (2004) mengatakan kita jangan larut pada perkembangan ilmu itu sendiri, tanpa diikuti dengan bagaimana pendekatan ataupun proses pembelajaran yang efektif sehingga materi pendidikan kimia menjadi menarik dan diharapkan melalui ilmu kimia perkembangan ilmu dan teknologi akan lebih pesat ke depan.




B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah:
1.    Apa peranan kimia di masa depan?
2.    Apa dan bagaimana Green Chemistry?

C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.    Peranan kimia di masa depan
2.    Green Chemistry




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peranan Kimia di Masa Depan
Ilmu kimia memiliki peranan penting dalam sains dan sintetis kimia. Ryoji Noyori (2009) mengatakan bahwa sintetis kimia seharusnya fokus pada disiplin ilmu masing-masing.
Kimia mengkaji  struktur dan karakteristik dari  unsur pada  taraf atomis dan molekular, dan untuk menciptakan  senyawa sesuai dengan sifat dan fungsi yang diinginkan. Untuk  sekarang dan di masa mendatang, inti dari pengetahuan ini  adalah untuk digabungkan dengan bidang lain yang menghasilkan  pengetahuan lebih spesifik. Dari hal tersebut, ilmu kimia menuntut paling tinggi taraf dari kreatifitas ilmiah dan pengetahuan yang mendalam ke  eksplorasi yang semaksimal mungkin.
Dengan ilustrasi di atas, ilmu kimia dengan cepat telah memperluas ke dalam  bidang ilmu yang mempelajari hidup, seperti yang dungkapkan oleh  James Watson (1962 Penyair Agung untuk  Fisiologi atau Perobatan) ketika dia mengatakan “ Hidup  berasal dari materi kimia yang sederhana.” Pada tahun 1953 DNA ditemukan mempunyai struktur dobel-heliks, ilmu kimia mulai memiliki peranan penting dalam mempelajari ilmu tentang makhluk  hidup.  Pemecahan kode dari genome manusia  pada tahun 2003 memimpin satu dunia baru ilmu kimia . Akibat teknologi tinggi  dan pekerjaan rajin dari ahli sains pada beberapa  bidang, kita kini mampu untuk menerangkan  taraf atomis yang tepat struktur dari besar biomolekul seperti DNA, RNA, protein  dan polisakarida.
Alhasil, fokus dari banyak  penelitian kimia sedang menggerakkan dari struktur ke fungsi. Sebagai  interaksi dinamis di antara besar biopolimer dan molekul organik kecil sering mengontrol  proses di organisme hidup, ini menunjukkan bahwa ahli sains akan segera dapat untuk menerangkan mekanisme kimia  dari fungsi sel dan barangkali bahkan  pikiran manusia dan ingatan. Kita masih mempunyai sedikit solusi tentang masalah dari penciptaan  keberadaan manusia, tapi  pemahaman kita dengan mekanisme biologi melalui biologi kimia dan kimia genomik membantu kelanjutan teknologi penggambaran biomolekular yang akan  membawa ke penemuan yang masuk akal sekaligus obat efektif pada era genome.
Walau hak milik dari molekul dan perakitan mereka tersisa yang tidak dapat diramalkan  semata-mata dari unsur-unsur utama mereka, kemungkinan untuk manipulasi atomis dan molekular tak terbatas. Kimia sintesis menyediakan satu landasan logis biosains dan pengetahuan materi, dan aplikasi teknologi. Ilmu kimia sintetis memperbolehkan manipulasi lentur dari unsur, kita dapat menciptakan nilai tambah unsur dari sumber daya alami berlimpah-limpah seperti minyak, batubara dan  biomass. Pada prinsipnya, kita dapat menciptakan  molekul sesuai kebutuhan. Sangat nampak sifat alami dari ilmu kimia, integrasi ini dengan  bidang penelitian lain akan punya  dampak ilmiah  sangat besar dan teknologi.
Unsur buatan manusia dan bahan telah memainkan peranan penting dalam menentukan mutu dari hidup. Walau sintesis kimia sekarang menjangkau satu taraf luar biasa dari kesempurnaan, akan tetapi semua ini belum secara maksimal dengan kata lain masih perlu untuk ditingkatkan. Kimia sintesis harus mengejar ‘kerapian praktis ’, ini secara logika rapi tapi  harus pada waktu yang sama pimpin ke aplikasi praktis. Banyak stoikiometri reaksi dipergunakan sekarang, walau berguna,  dapat dan harus digantikan oleh proses katalitis lebih efisien.  Katalisis telah dan tetap akan menjadi salah satu penelitian  pokok paling penting, karena ini satu-satunya yang masuk akal untuk menghasilkan senyawa yang berguna  dan hemat energi dan  ramah lingkungan.
Sesuai dengan brosur promosional dari  perusahaan kimia terkenal Jerman BASF, lebih dari 80% produk kimia dunia dihasilkan  dibuat mempergunakan proses katalitis.  Kepentingan dengan heterogen yang efisien,  homogen dan biologi katalis terus menerus meningkat. Katalisator praktis  harus memungkinkan reaksi yang cepat,  mampu dari dinaikkan, dan selektif  pada produk dibentuk. Katalisator molekular menayangkan efisiensi kiral tersebut  menyaingi atau melebihi enzim sangat tinggi.
Dengan cara yang sama, saat ini organik secara bertahap  sintesa harus satu kombinasi dari semua  termodinamikal ke arah berkuarangnya reaksi pembatas secara menyeluruh. Oleh sebab itu,  sintesa air terjun kecil, atau kombinasi beberapa komponen pada satu langkah tunggal, terutama mohon. Satu dengan ruwetnya mendesain alat itu dapat mengintegrasikan beberapa  katalisator seiring dengan pantas kofaktor ke capai ini tanpa keperluan dari manusia  intervensi adalah satu gol pantas.  Idealnya, kita harus bertujuan di dalam memadukan  sasaran senyawa dengan satu 100% hasil investasi dan 100% kepandaian memilih dan menghindari penghasilan  dari limbah. Proses ini harus hemat,  selamat, efisien sumber daya, efisien daya  dan lingkungan dermawan. Di sini  hormat, ekonomi atom dan  E faktor 9 harus dipertimbangkan.  3Rs (pengurangan, mendaur ulang dan penggunaan ulang)  dari sumber daya terutama penting. 
B.    Green Chemistry
Ilmu kimia hijau adalah kreatif dan sempurnakan kemakmuran, dan pada waktu yang sama  mengambil tanggungjawab untuk masyarakat besar. Apapun proses kimia efisien  secara sosial harus bisa diterima.  Ini adalah satu prinsip yang sangat dibutuhkan dari penelitian kimia  yang akan mendukung masyarakat beradab kita pada dua puluh abad pertama dan selanjutnya ke dalam  masa depan. Ilmu kimia hijau harus oleh karenanya jadi  ditingkatkan dan didukung oleh ilmiah komunitas seperti halnya oleh pemerintah,  industri, dan semua sektor lain dari masyarakat.  Pengetahuan diperuntukkan untuk jadi lebih lekat  terlibat dengan masyarakat di abad ini. Ini  harus tidak ada mengaget bahwa ‘ Ilmu Kimia:  kunci untuk masa depan kita ’ adalah semboyan dari  2010 Olimpiade Ilmu Kimia, untuk digenggam di  Tokyo. Perbedaannya, tak terkendalikan, berlebihan aktivitas ekonomi berlandaskan pengetahuan dan  teknologi telah bawakan dengan satu jangkauan  dengan emisi global. Upayanya ahli sains harus  jadilah mengarahkan ke arah pemecahan satu jangkauan dari kemasyarakatan yang sudah ada atau diramalkan dan global emisi berhubungan dengan daya, bahan, lingkungan, bencana alami, air,  makanan dan kesehatan. Ahli kimia punya satu tanggungjawab tak terukur  untuk mengerjakan masalah ini;  bagaimanapun, berlalu spesialisasi lazim  di cenderung pengetahuan untuk membuat ini sulit ke penemuan  solusi karena di situ biasanya kelipatan  lantaran.
Untuk memperbaiki keadaan ini, kita perlu satu lagi dengan luas berlandaskan Pendidikan pengetahuan, yang akan makin baik memperlengkapi ahli kimia perdagangan berjangka ke kerjakan emisi yang diuraikan secara singkat di atas. Pengetahuan adalah, pada prinsipnya, obyektif. Tapi ini  adalah inteligen manusia dan ikhtiar tersebut  temukan dan ciptakan pengetahuan ilmiah.  Dunia ilmiah harus perbatasan tanpa;  ahli sains dari berdua lanjutan dan muncul  bangsa dengan latar belakang berbeda dan  hargai harus bekerjasama untuk survival dari  jenis kita pada pembatasan dari planet kita.  Ini adalah yang terbesar tantang ahli kimia hadap di budidaya penelitian mereka.
Green chemistry umumnya disajikan sebagai seperangkat  dua belas prinsip yang diusulkan oleh Anastas dan Warner. Prinsip-prinsip terdiri dari instruksi untuk  kimiawan profesional untuk menerapkan senyawa kimia baru, sintesis baru dan proses teknologi baru.  Prinsip pertama menggambarkan ide dasar hijau  kimia melindungi lingkungan dari pencemaran. Itu  prinsip tersisa difokuskan pada isu-isu seperti atom  ekonomi, toksisitas, pelarut dan media lainnya menggunakan-konsumsi  tion energi, penerapan bahan baku dari terbarukan  sumber dan degradasi produk kimia untuk sederhana,  zat beracun yang ramah bagi lingkungan.  Prinsip Green Kimia adalah sebagai berikut:
1.    Pencegahan
Lebih baik mencegah daripada mengobati sampah atau membersihkan  buang setelah telah dibuat.
2.    Atom Ekonomi
Metode sintetis seharusnya didesain untuk memaksimalkan  penggabungan dari semua bahan yang digunakan dalam proses menjadi  produk akhir.
3.    Kimia Sintesis Kurang Berbahaya
Apabila mungkin, metode sintetik harus  dirancang untuk menggunakan dan menghasilkan zat yang memiliki atau tidak toksisitas terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
4.    Merancang Chemicals Aman
Produk kimia seharusnya didesain untuk mempengaruhi mereka  diinginkan fungsi dan meminimalkan toksisitas.
5.    Bebas Pelarut dan Organisasi Pelengkap
Penggunaan zat tambahan (misalnya pelarut, agen, dll) seharusnya tidak perlu meskipun mungkin dan tidak berbahaya bila digunakan.
6.    Desain untuk Efisiensi Energi
Energi persyaratan proses kimia harus  dikenal untuk dampak lingkungan dan ekonomi  dan harus diminimalkan. Jika memungkinkan, metode sintetik  harus dilakukan pada suhu kamar dan tekanan.
7.    Penggunaan Bahan baku Terbarukan
Sebuah bahan baku atau bahan baku harus terbarukan  daripada menghabiskan kapan teknis dan economi-  Cally praktis.
8.    Mengurangi Derivatif
Tidak perlu derivatisasi (penggunaan kelompok memblokir,  perlindungan / deproteksi modifikasi, sementara phys-  ical / proses kimia) harus diminimalkan atau menghindari-  ed jika mungkin, karena langkah-langkah seperti ini membutuhkan tambahan  reagen dan dapat menghasilkan limbah.
9.     Katalisis
Reagen Catalytic (seselektif mungkin) adalah superior untuk reagen stoikiometri.
10.    Design untuk Degradasi
Produk kimia seharusnya didesain jadi pada akhir  fungsi mereka, mereka terurai menjadi berbahaya degradasi-  tion produk dan tidak bertahan dalam lingkungan.
11.     Real-time analisis untuk Pencegahan Polusi
Metodologi analitis perlu lebih devel-  OpEd untuk memungkinkan untuk real-time monitoring, dalam proses dan  kontrol sebelum pembentukan zat berbahaya.
12.     Kimia Inheren Aman forAccident Pencegahan
Zat dan bentuk zat yang dipakai dalam  proses kimia seharusnya dipilih untuk meminimalkan kecelakaan kimia dan kebakaran.
Contoh Penerapan Hijau  Kimia Prinsip Ke Berlatih  Dalam beberapa proses industri kimia, tidak hanya limbah  produk tetapi juga reagen yang digunakan untuk produksi, dapat menyebabkan ancaman bagi lingkungan. Resiko pameran-  Pastikan untuk senyawa kimia berbahaya terbatas dalam sehari  bekerja dengan peralatan pelindung seperti kacamata, bernapas  aparatus, wajah-jaga masker, dan lain-lain. Menurut prinsip kimia hijau, ancaman dapat dihilangkan dalam  cara sederhana, dengan menerapkan bahan baku aman untuk produksi-proses. Jumlah besar asam adipat [HOOC(CH2)4COOH]  digunakan setiap tahun untuk produksi nilon, polyure- thanes, pelumas dan plasticizer. Benzene dengan sifat karsinogenik adalah substrat standar untuk produksi asam ini.  Kimiawan dari Universitas Negeri Michigan dikembangkan  hijau sintesis asam adipat menggunakan substrat kurang beracun.  Selain itu, sumber alami ini bahan baku - glukosa - hampir habis-habisnya. Glukosa dapat  diubah menjadi asam adipat oleh enzim ditemukan di  bakteri secara genetik dimodifikasi  Seperti cara  produksi asam ini menjaga para pekerja dan lingkungan dari paparan bahan kimia berbahaya. Kimia hijau mencoba untuk memanfaatkan bahan baku terbarukan sebagai bahan baku. Dari  sudut pandang kimia hijau, pembakaran bahan bakar dipertahankan dari bahan baku terbarukan lebih disukai daripada  pembakaran bahan bakar fosil dari habisnya sumber terbatas.  Misalnya, banyak kendaraan di seluruh dunia didorong  dengan minyak diesel, dan produksi minyak biodiesel adalah  menjanjikan kemungkinan. Seperti namanya menunjukkan, biodiesel  Minyak yang dihasilkan dari minyak tanaman budidaya, misalnya dari kedelai  kacang-kacangan. Hal ini disintesis dari lemak tertanam dalam minyak tumbuhan  dengan menghapus molekul gliserin. Minyak Biodiesel juga dapat diperoleh dari tanaman terbuang minyak, minyak misalnya digunakan di restoran. Dalam proses teknologi, produk limbah potensial berubah menjadi bahan bakar berharga. (Minyak biodiesel dibakar bau seperti kentang goreng.) Minyak biodiesel Ini bahan bakar dari sumber daya terbarukan dan bertentangan dengan minyak diesel normal, pembakaran biodiesel tidak  menghasilkan senyawa sulfur dan umumnya tidak dilipatkan jumlah karbon dioksida di atmosfer. CO2 terbentuk dalam pembakaran bahan bakar telah dihapus telinga lier oleh tanaman. Ancaman besar untuk lingkungan organik sol- ventilasi diterapkan dalam sintesis banyak. Mereka dilepaskan ke  lingkungan dengan proses volatilisasi, terutama  dalam kasus senyawa organik volatil (VOC) dan  sebagai akibat dari kebocoran. Emisi senyawa tersebut  ini penting karena dalam sintesis banyak jumlah mereka melebihi jumlah reagen. Solusi baru untuk  sintesis praktis bertujuan penghapusan lengkap sol-  ventilasi atau mengganti senyawa milik VOC  oleh media teknologi yang murah, tidak berbahaya bagi manusia dan  lingkungan.
Penggunaan cairan superkritis (SCFs) dalam kimia  proses menjadi lebih dan lebih umum. Istilah "cairan superkritis" terdiri liq- UID dan gas pada suhu dan tekanan yang lebih tinggi  daripada suhu kritis dan tekanan (Gambar 2). Di atas titik kritis fase cair-uap  batas menghilang sedangkan fase terbentuk pameran  sifat antara gas dan cairan. Tinggi com-  pressibility cairan superkritis di sekitar yang  titik kritis membuatnya mudah untuk menyesuaikan kepadatan dan solusi kemampuan dengan perubahan kecil suhu. Karena ini, cairan superkritis mampu  melarutkan banyak senyawa dengan polaritas yang berbeda dan massa molekul. Di antara banyak kemungkinan superkritis  cairan, memenuhi tuntutan kimia hijau sebagai Media reaksi adalah karbon dioksida (scCO2) Dan air (SCH2O). Karbon dioksida sebagai fluida superkritis yang paling sering digunakan sebagai media untuk reaksi. Hal ini mudah terbakar, mudah tersedia (dari sumber alami, dari rekayasa listrik) dan murah. Penerapannya memberikan energi yang cukup temuan karena titik kritis adalah mudah untuk dicapai karena rendah penguapan panas CO2. Karbon dioksida sebagai superkritis cairan larut non-polar dan beberapa senyawa (misalnya kutub metanol, aseton) seperti pelarut fluorocarbon. Dari surfaktan baru dengan aktivitas permukaan yang tinggi di super- karbon dioksida kritis membuka jalan untuk proses baru dalam tekstil dan logam industri dan untuk dry cleaning pakaian. Micell Teknologi Perusahaan menawarkan teknologi untuk re- moval noda menggunakan karbon dioksida cair bukan perkloroetilena lebih sering diterapkan.Sebagian besar cairan yang umum (misalnya, air, etanol, benzene, dll) molekul. Artinya, terlepas dari apakah mereka polar atau non-polar, mereka pada dasarnya terdiri dari molekul. Namun, sejak awal 1980-an yang baru yang menarik kelas kamar-suhu cairan telah tersedia. Ini adalah ambient suhu cairan ionik. Berbeda molekul cairan, terlepas dari derajat asosiasi tion, mereka pada dasarnya tersusun dari ion. Ini memberi mereka potensi untuk berperilaku sangat berbeda dari konvensional molekul cairan ketika mereka digunakan sebagai pelarut. Kamar-temperatur cairan ionik dianggap ramah lingkungan Reaksi media karena mereka viskositas rendah cairan dengan tidak ada tekanan uap terukur. Namun, kurangnya teknik yang berkelanjutan untuk re- moval produk dari ionik suhu ruang liq- UID telah membatasi aplikasi mereka. Profesor Brennecke dan Beckman telah menunjukkan bahwa ramah lingkungan  karbon dioksida, yang telah digunakan secara luas, baik komersial dan dalam penelitian untuk ekstraksi berat larutan organik, dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa organik nonvolatile dari cairan ionik pada suhu kamar. Mereka menemukan bahwa ekstraksi material menjadi karbon dioksida merupakan cara yang menarik untuk pemulihan dari produk dari cairan ionik karena: (A) CO2  larut dalam cairan ionik untuk memfasilitasi ekstraksi-tion, dan (B) cairan ionik tidak larut lumayan dalam CO2 ,sehingga produk tersebut dapat dipulihkan dalam bentuk murni. Pencarian kelompok Profesor Brennecke dan Beckman menunjukkan bahwa ion cairan (menggunakan 1-butil-3-methylimidazoli- um hexafluorophosphate sebagai prototipe) dan CO2 menunjukkan sangat tidak biasa, dan sangat menarik, perilaku fase. Kelarutan CO2 dalam cairan ionik substansial, jangkauan fraksi mol setinggi 0,6 pada hanya 8 MPa. Namun dua fase tidak menjadi benar-benar larut, sehingga CO2 dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa dari cairan ionik.
Paling penting, komposisi CO2 Kaya fase adalah esensial murni CO2, Dan tidak ada terukur lintas kontaminasi dari CO2 oleh cairan ionik. Selain itu, non- larutan organik volatile (menggunakan naftalena sebagai prototipe)  kuantitatif dapat diekstrak dari cairan ionik dengan CO2 , Menunjukkan potensi yang luar biasa dari ion-liquid / CO2 biphasic sistem sebagai ramah lingkungan, ventilasi untuk reaksi gabungan dan skema pemisahan.

Jumat, 14 Desember 2012

Sederetan Kata-kata Untukmu Jiwa yang Penat

Ketika dirimu gelisah...
sentuhan hatimu dengan lantunan ayat-ayat cinta dalam Kitab-Nya

Ketika kau lemah dan tak berdaya..
Renungkanlah kembali makna-makna kebarsamaan

bersama saudara-saudaramu agar saling berbagi

Ketika kau lelah dan mulai putus asa..
Maka ALLAH Ta'ala akan tersebyum padamu
Yakinlah tiada usaha halal yang sia-sia

Ketika paluh dan kerjaan tak di hargai
Maka saat itu kita sedang belajar tentang ketulusan

Ketika usaha keras kita dinilai sia-sia sama orang lain
Maka saat itu kita sedang memaknai keikhlasan

Ketika hati terluka karena tuduhan
atas hal yang tak pernah kita lakukan
Maka saat itu kita sedang belajar memaafkan

Ketika lelah dan kecewa melanda
Maka saat itu kita sedang belajar memaknai tentang kesungguhan..

Ketika sepi menyergap dan sendiri
Membalut dalm keramaian
Maka saat itu kita sedang memberi makna tebtang ketangguhan

Ketika kita harus membayar biyaya yang sebenarnya tak perlu kita tanggung
Maka saat itu kita sedang belajar tentang kemurahan

Bersama kesulitan ad kemudahan
Jangan pernah merugikan dan menyakiti orang lain
ALLAH Maha Melihat DAN Mendengar rintihan hatimu....BerDo'alah
Dan Mohon Pada-Nya karna ALLAH sang Maha Penolong hamba-hamba-Nya

Minggu, 04 November 2012

Puisi Impian

IMPIAN HATI


Waktu telah berlalu
Dengan begitu cepat
Tanpa kumerasakan
Dan kusadarinya

Menanti impian hati
Yang terpendam sepanjang masa
Kuingin dan kurindukan
Keluarga yang harmonis
Kurindukan belaian kasih saying ayah
Kuharapkan dorongan parents terhadap prestasiku

Oh ……..Tuhan kapankah impian hati ini
Bisa terwujud dengan success
Cause hati ini
Diliputi dengan harapan dan kesedihan

Untukmu Sahabatku

SAHABAT

Ketika kurasa semua berakhir
Kau datang dengan ketulusan
Menbangun asah yang runtuh
Membuka hati yang tertutup

Terimakasih sahabatku
Atas ketulusan  dan kejujuranmu
Pastikan kujaga  selamanya
Persahabatan diantara  kita

Saat ku terjebak
Diantara garis pesonamu
Hingga dibatas anganku

Sementara hati ini
Dalam gangguan kenangan
Apakah kau disana
Menyimpan asah
Yang sama ?

Sabtu, 03 November 2012

Uji Fitokimia

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan. Di wilayah hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 spesies tumbuhan. Menurut Heyne (1987), 1000 spesies di antaranya dinyatakan sebagai tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Akan tetapi hanya sekitar 350 spesies tumbuhan yang benar-benar telah digunakan sebagai bahan baku obat oleh masyarakat serta industri jamu dan obat Indonesia (Muhlisah, 2000). Hal ini mengisyaratkan masih terbukanya peluang usaha penggalian dan pemanfaatan tumbuhan obat untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Pohon maja banyak terdapat di Srilanka, Pakistan, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Indonesia, dan negara-negara asia tenggara lainnya (Misra,1999). Penelitian yang berkembang mengenai pohon maja ini, umumnya mengarah pada penggunaan buah maja untuk mengobati berbagai penyakit, di antaranya adalah disentri, diarhea, hepatitis, tuberkulosis dan dispepsia. Bagian pohon lainnya yang juga bermanfaat di antaranya adalah akarnya sebagai antidot terhadap bisa ular, antidiarhoetik dan antiinflamatori (Misra, 1999), kulit batang untuk mengobati penyakit malaria dan sebagai racun ikan, dan bunganya digunakan untuk obat mata yang memiliki efek antiemetik (Morton, 1987). Namun demikian belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pemanfaatan daun maja sebagai obat tradisional. Beberapa penelitian yang telah dilakukan umumnya mengarah pada pemanfaatannya sebagai pestisida (Misra,1999). Menurut Heyne (1987) masyarakat Indonesia telah menggunakan daun maja secara turun temurun untuk mengobati penyakit borok, kudis, eksim, dan bisul.
Daun maja yang dihaluskan digunakan sebagai obat luar pada permukaan kulit yang terkena penyakit tersebut. Melihat potensi yang besar dari pohon maja ini, khususnya pada bagian daun untuk mengobati berbagai penyakit yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri, maka pada percobaan ini dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa dari metabolit sekunder yang terdapat pada daun maja.
I.2  Rumusan masalah
Rumusan masalah yang ada pada percobaan ini adalah senyawa fitokimia apa saja yang terkandung dalam Aegle Marmelos (daun maja)  ?
I.3  Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui golongan senyawa (alkaloid, steroid, triterpenoid, saponin, flavanoid, tanin, polifenol) yang terkandung pada bagian-bagian tumbuhan Aegle Marmelos  (daun maja).

I.4  Manfaat Percobaan
Hasil praktikum ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi mengenai senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun maja, yang dapat dijadikan sebagai rujukan dan pembanding pada praktikum selanjutnya.

1.5 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini, yaitu didasarkan pada identifikasi warna yang terdapat pada tumbuhan (Aegle marmelos) dengan menggunakan pereaksi Meyer untuk uji alkaloid, pereaksi Liebermenn-Burchard untuk terpenoid, larutan FeCl3 untuk uji senyawa tannin/polifenol dan logam Mg untuk uji senyawa flavanoid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1  Deskripsi Umum Tumbuhan Maja (Aegle marmelos)
Taksonomi dari Aegle marmelos adalah:
Kingdom    : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi        : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas        : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas    : Rosidae
Ordo        : Sapindales
Famili        : Rutaceae (suku jeruk-jerukan)
Genus        : Aegle
Spesies    : Aegle marmelos (L.) Corr
(Anonim, 2011).







Kandungan Daging buah maja halus, kuning atau oranye, harum sekali dan enak rasanya. Bagian yang dapat dimakan (daging buahnya) sebanyak 56-77% dari keseluruhan buah; untuk setiap 100 gram berisi: 61,5 g air, 1,8 g protein, 0,39 g lemak, 31,8 g karbohidrat, 1,7 g abu, 55 mg karotena, 0,13 mg tiamin, 1,19 mg riboflavin, 1,1 mg niasin, dan 8 mg vitamin C. Buah maja mengandung banyak tanin (kulit buahnya mencapai 20% tanin). Marmelosina (C13H12O3), rninyak yang miadah rnenguap, limonena, alkaloid, kumarin dan steroid juga dijumpai pada berbagai bagian dari pohon maja ini. Botani Pohon maja berukuran kecil dan mudah luruh daunnya, tingginya 10-15 m, pangkal barangnya berdiameter 25-50 cm. Cabang-cabang tuanya berduri; durinya tunggal atau berpasangan, panjangnya 1-2 cm. Daunnya berseling, beranak daun tiga-tiga; tangkai daunnya 2-4 cm panjangnya, tangkai daun lateral mencapai 3 mm, tangkai daun terminal sampai 15 mm; anak daun lateral bundar telur (ovate) sampai Prong (elliptic), mencapai 7 cm x 4,2 cm, anak daun terminal bundar telur sungsang (obovate) mencapai ukuran 7,5 cm x 4,8 cm, berbintik bintik kelenjar kecil-kecil tetapi rapat. Perbungaannya berbentuk tandan di ketiak, panjangnya 4-5 cm, bunga-bunganya bergerombol dengan kelopaknya bersegi tiga melebar, panjangnya 1,5 mm; daun mahkotanya lonjong-bundar telur sungsang, 14 mm x 8 mm, kehijau-hijauan sampai putih; benang sarinya 35-45 lembar, putih, tangkai sarinya 4-7 mm panjangnya; bakal buahnya 8 mm x 4 mm, tangkainya sangat pendek. Buahnya berupa buah buni yang agak bulat, diameternya 5-12,5 cm, seringkali bertempurung mengayu yang keras, bersegmen 8-16(-20), berbiji 6-10 butir, berada di dalam daging buah yang jernih, lengket dan dapat dimakan. Bijinya terbungkus oleh bulu-bulu seperti wol, berada di dalam kantung yang berlendir lengket, yang akan mengeras jika dikeringkan, kulit bijinya putih (Hartiana, 2009).
Tanaman mojo (Aegle marmelos L.) sering digunakan sebagai obat tradisional (Hariana, 2007). Buah mojo yang matang dapat dimakan langsung atau dibuat serbat, sirup dan nektar buah. Buah yang matang dapat diiris-iris, dikeringkan dan digunakan sebagai obat disentri kronis, diare, dan sembelit. Kulit buah mentah dapat digunakan sebagai cat kuning dan sebagai agen tanin. Kulit batang ini digunakan untuk meracuni ikan. Akar mojo digunakan sebagai obat penenang debaran jantung, gangguan pencernaan, dan bengkak lambung. Daun, akar, dan kulit batang mojo (Aegle marmelos L.) mengandung saponin, di samping itu akar dan kulit batangnya mengandung flavonoid dan polifenol dan daunnya juga mengandung tanin
 (Nurcahyati, 2008).
II.2  Kandungan metabolit Sekunder
       II.2.1  Alkaloid
Alkaloid merupakan sekelompok metabolit sekunder alami yang mengandung nitrogen yang aktif secara farmakologis yang berasal dari tanaman, mikroba tau hewan. Dalam kebanyakan alkaloid, atom nitrogen merupakan bagian dari cincin. Alkaloid secara biosintesis diturunkan dari asam amino. Namun alkaloid berasaldari kata “alkalin” yang berarti basa yang larut air. sejumlah alkaloid alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit, reserfpin dan taxol. Alkaloid bersifat basa dan membentuk garam yang larut air dengan asam- asam mineral. Pada kenyataannya satu atau lebih atom nitrogen yang ada dalam alkaloid pada umumnya membentuk amina 1º, 2º atau 3º, yang berkontribusi pada kebasaan alkaloid. Tingkat kebasaan alkaloid sangat bervariasi tergantung pada strukrut molekul, dan keberadaan gugus fungsional. Kebanyakan alkaloid adalah padat kristalin dan berasa pahit. alakloid pada umumnya dikelompokkan sesuai dengan asam amino, baik yang menyediakan atom nitrogen maupun kerangka alkaloidnya. Meskipun demikian, alkaloid juga dapat dikelompokkan secara bersama- sama berdasarkan pada kesamaan struktur generiknya. Flafonoid, turunan 1,3- difenilpropan, merupakan sekelompok produk alami yang luas dan tersebar dalam tanaman tingkat tinggi. Kelompok senyawa ini juga ditemukan dalam tanaman tingkat rendah seperti algae. Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa berwarna kuning, dan berperan pada warna kuning bunga dan buah, yang mana flavonoid ini berada sebagai glikosida. Kebanyakan flavonoid berada sebagai glikosida, dan dalamsatu kelompok dapat dikarakterisasi sebagai monoglikosida, diglikosida, dan sebagainya. Saat ini lebih dari 2000 glikosoda flavon dan flavonoid telah diisolasi saat ini. Polifenol- polifenol tanaman, juga dikenal sebagai tanin sayuran,merupakan sekelompok senyawa alami yang heterogen yang tersebar secara luas dalam tanaman. Tanin sering terdapat dalam buah yang tidak masak, dan menghilang ketika buah masak. Dipercayai bahwa tanin dapat memberikan perlindingan terhadap serangan mikroba. Tanin mempunyai 2 jenis struktur yang laus yaitu proantosianidin terkondensasi dalam mana satuan struktur fundamental adalah inti fenolik flavan-3-ol (katekin) serta ester galoil dan heksahidroksidi-fenoil dan turunan- turunannya (Satyajit, 2007).
II.2.2  Terpenoid (termasuk triterenoid, steroid, saponin)
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat diiedentifikasi  berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah
Terpenoid mencakup sejumlah senyawa tumbuhan yang secara biosintesis berasal dari senyawa yang sama, yaitu isoprena. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30  asiklik yaitu skualen. Triterpenoid merupakan senyawa berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, optis aktif dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia. (Putra, 2007).
Steroid merupakan golongan lipid utama. Steroid berhubungan dengan terpena dalam artian bahwa keduanya dibiosintesis lewat rute yang mirip. Lewat reaksi yang benar-benar luar biasa urutannya, triterpena asiklik skualena dikonversi secara stereospesifik menjadi steroid tetrasiklik lanosterol, dan dari sini disintetis steroid lain.





Ciri struktur yang umum pada steroid ialah empat cincin yang tergabung. Cincin A, B, dan C beranggota enam, dan cincin D beranggota lima, biasanya bergabung dengan cara trans (Hart, 2003).







Steroid terdapat dalam hampir setiap tipe sistem kehidupan. Dalam binatang banyak steroid bertindak sebagai hormon. Steroid ini, demikian pula steroid sintetik digunakan meluas sebagai bahan obat. Kolesterol merupakan sterfoid hewani yang terdapat paling meluas dan dijumpai dalamhampir semua jaringan hewan. Batu kandung empedu dan kuning telur merupakan sumber yang kaya akan senyawaini. Kolesterol merupakan zat yang diperlukan dalam biosintesis hormon steroid, namun tak merupkan keharusan dalam makanan dalam makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzim A (Fessenden, 1982).
        II.2.3  Flavonoid, Tannin dan Polifenol
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel
(Putra, 2007).
Zat atsiri yang memberikan keharuman pada tumbuh- tumbuhan dan bunga adalah golongan senyawa yang disebut terpena. Bau dalamhutan konifer pada hari panas di musim panas sebagian disebabkan oleh terpena yang berasal dari pohon pinus. Memang sebetulnya nama terpena diturunkan dari senyawa yang diturunkan dari terpentin, yaitu cairan atsiri yang didapat dari pohon pinus (Stanley, 1988).
  Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan struktur rantai samping dan juga substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa fenolik yang mempunyai jumlah gugus hidroksil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik dapat dihasilkan pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi.
Sifat antioksidan dari flavonoid berasal dari kemampuan untuk mentransfer sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan juga membentuk kompleks dengan logam. Kedua mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat aktivitas beberapa enzim.






Gambar. Peredaman radikal bebas oleh flavonoid. (A) struktur flavonoid.(B) proses peredaman radikal bebas oleh Flavonoid (Yuhernita, 2011).
    Secara struktural, flavonoid merupakan turunan 1,3-difenilpropan seperti kaemferol. Salah satu gugus fenil, cincin B, berasal dari jalur asam sikimat, sementara cincin yang lain (cincin A) berasal dari jalur asetat melalui penutupan cincin poleketida. Salah satu gugus pada hidroksil pada cincin A selalu berada pada posisi orto terhadap rantai samping,dan terlibat pada pembentukan cincin beranggota-6 ketiga (hanya ditemukan pada auron). Rantai samping 2-fenil pada kerangka flavonoid mengalami isomerisasi pada posisi 3-, menghasilkan pembentukan isoflavon (Satyajit, 2007).
II. 3  Uji Fitokumia
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut (Anonim, 2012).
Uji fitokimia dilakukan pada setiap simplisia dan ekstrak. Senyawa alkaloid diuji dengan pereaksi Bouchardat, dibuktikan dengan terbentuknya warna coklat merah. Senyawa flavonoid diuji dengan pereaksi amil alkohol, dibuktikan dengan terbentuknya warna merah. Senyawa tanin dan polifenol diuji dengan larutan 1 % FeCl3 memberikan warna biru lalu hitam. Senyawa tanin diuji dengan larutan gelatin memberikan endapan putih. Senyawa saponin diuji dengan pengocokan dan ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil pada filtrat simplisia. Senyawa triterpenoid dan steroid diuji dengan pereaksi Liebermann-Bouchardat ditandai dengan warna ungu untuk triterpenoid dan warna hijau biru untuk steroid. Senyawa kuinon diuji dengan larutan NaOH dan ditandai dengan terbentuknya warna kuning (Astuti, 2003).
Penapisan fitokimia metabolit sekunder daun maja meliputi analisis golongan-golongan senyawa:
•    Alkaloida: 1,0 mL sampel ditambah dengan 2-3 tetes pereaksi Dragendorf, bila bereaksi positif akan menghasilkan endapan jingga.
•    Steroid: 1,0 mL sampel ditambah dengan 1,0 mL pereaksi Lieberman- Buchard, bila bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna biru, hijau, merah, atau jingga.
•    Flavonoid: ke dalam 1,0 mL larutan sampel alkoholik ditambahkan sedikit serbuk magnesium dan beberapa tetes HCl pekat (pereaksi Shinoda), bila bereaksi positif, akan menghasilkan larutan berwarna jingga, merah muda atau merah.
•    Saponin: 2,0 mL larutan sampel dikocok beberapa menit, bila bereaksi positif akan terbentuk busa yang stabil selama 15 menit.
•    Polifenol: 1,0 mL larutan sampel ditambah dengan beberapa tetes larutan feri klorida 5%, bila bereaksi positif akan menghasilkan endapan coklat.
•    Glikosida: 2-3 mg sampel ditambahkan ke dalam 2 mL pereaksi Baljet, bila bereaksi positif akan menghasilkan warna jingga sampai merah
(Djalil et al, 2006).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
III. 1  Pelaksanaan praktikum
        Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamist 31 Mei 2012 di Laboratorium Pengembangan Unit Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo Kendari.
III.2   Alat dan Bahan
        Alat-Alat yang digunakan dalam percobaan ini  adalah Pemanas, Corong kaca, Tabung reaksi, Pipet volum 10 mL, Filler, Corong pisah, Botol semprot, Pipet tetes, Botol timbang, Batang pengaduk, Mortal, lumping, Gelas kimia 500 mL, Timbangan dan Gegep.
Bahan : Aquades, n-heksana, Air, etil asetat, Metanol, etanol, Asam sulfat,  asam klorida, Asam asetat,  kloroform, Eter,  amoniak 10%, Pereaksi uji fitokimia ( HgCl2, KI, Bi(NO3)3, HNO3, logam magnesium, larutan FeCl3, glatin 10%) dan Sampel tumbuhan yaitu daun maja (Aegle marmelos).

III.3   Prosedur Kerja
    Uji Alkaloid

                                                       
    Uji Steroid, Triterpenoid, dan Saponin




    Uji Flavonoid

    Uji Tannin dan Polifenol


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
Metabolit    Pengamatan    Kesimpulan
    +++    ++    +    -   
Alkaloid
- Meyer
-Dragendorf               

√    Diduga tidak mengandung alkaloid
Steroid
-Pereaksi Libermann- Burchard   
√                Diduga mengandung steroid
Triterpenoid
Pereaksi Libermann- Burchard   
√   
       
    Diduga mengandung Triterpenoid
Saponin
-Air
- Pereaksi Libermann- Burchard   

√   
√       

    Diduga mengandung saponin
Flavonoid                √    Diduga tidak mengandung Flavonoid
Tanin dan polifenol
-    Sampel + FeCl3    √                Diduga mengandung tanin/polifenol




IV.2  Pembahasan
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid. Menurut harbone (1987) fitokimia adalah suatu teknik analisa kandungan kimia didalam tumbuhan. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat diketahui secara kualitatif kandungan kimia dalam suatu jenis tumbuhan. Secara umum kandungan kimia tumbuhan dapat dikelompokkan kedalam golongan senyawa alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, dan kuinon. Senyawa-senyawa tersebar luas didalam tumbuhan. Untuk menentukan senyawa-senyawa tersebut maka digunakan pereaksi-pereaksi khusus dan spesifik, misalnya pereaksi Dregendrorf, Meyer, Wagner, asam pikrat dan pereaksi asam tannat untuk alkaloid. Pereaksi liebermen – burchard untuk terpenoid, FeCl3 untuk mengidentifikasi polifenol dan larutan gelatin untuk senyawa tannin.
Pada percobaan ini, dilakukan uji fitokimia pada daun maja (Aegle marmelos). Dalam uji fitokimia pada daun maja menggunakan uji alkoloid, uji steroid, Triterpenoid, Saponin, uji Flavonoid, uji Tannin dan Polifenol. Uji alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan. Pada uji alkaloid,  3 gram daun maja yang telah dihaluskan digerus dengan kloroform dan kemudian diekstrak dengan kloroform amoniakal. Tujuan dari pengekstrakan daun maja yang halus, agar memudahkan untuk melakukan identifikasi uji alkaloid pada daun maja dengan ukuran partikel yang sangat kecil akan menyebabkan kandungan kimia dari bahan atau sampel tersebut dapat tersaring dengan baik. Selain itu, hal ini juga dimaksudkan untuk mempercepat terjadinya ekstraksi oleh pelarut tertentu karena semakin besarnya luas permukaan sampel. Sedangkan ekstraksi dengan kloroform ammonikal untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksifenolik dari asam tannin tersebut. Dengan terputusnya ikatan tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tannin akan terikat pada kloroform ammonikal. Ekstrak daun maja yang mengandung garam organik dari alkaloid akan bereaksi dengan NH4+  dengan menarik H+ dari gugus organik membentuk alkaloid bebas dalam kloroform sedangkan ammoniak terpisah sebagai senyawa RNH4 dan H2O dalam fasa yang lain. Kemudian disaring. Setelah penyaringan dilakukan, kita mendapatkan residu dan filtrat yang berwarna hijau tua. filtrat yang diperoleh ditambahkan 10 mL H2SO4 2N, dikocok kuat dan didiamkan sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan larutan asam sulfat dan lapisan bawah adalah kloroform berwarna hijau. Terbentuknya dua lapisan karena kloroform memiliki massa jenis yang lebih besar dari asam sulfat. Penambahan asam sulfat pada filtrat dimaksudkan untuk memprotonasi senyawa yang diidentifikasi dengan pereaksi meyer dan pereaksi Dragendorf. Hal ini diebabkan karena terjadi pengikatan kembali alkaloid menjadi garam alkaloid yang dapat bereaksi dengan pereaksi logam-logam berat yang spesifik sehingga alkaloid menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut dan terpisah dengan metabolit sekundernya. Lapisan asam sulfat diambil dan dibagi menjadi dua tabung. Tabung pertama ditambahkan pereaksi meyer dan tabung kedua ditambahkan pereaksi Dragendorf. Penambahan pereaksi meyer dan pereaksi Dragendorf tidak didapatkan adanya endapan putih dan endapan coklat kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada daun maja tidak mengandung senyawa alkaloid.
Steroid merupakan triterpenoida yang kerangka dasarnya adalah cincin siklopentana perhidrofenantren. Sifat fisik dari steroid yaitu berbentuk padat, tidak berbau, dan sedikit berupa cairan sedangkan sifat kimianya bersifat basa dan non polar atau semi polar. Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis dalam merah. Mula-mula disebut saponin karena sifatnya yang khas menyerupai sabun (bahasa latin, sapo : sabun). Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan dan beberapa saponin bekerja sebagai anti mikroba.
Gambar struktur dasar steroida









Uji steroid, triterpenoid dan saponin dilakukan dengan menimbang daun maja 10 gram yang telah dihaluskan dan diekstraksi dengan etanol panas. Proses pengerusan dilakukan untuk menghancurkan didnding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil sedangkan fungsi penambahan etanol adalah untuk melarutkan ketiga senyawa tersebut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Filtrat yang diperoleh diuapkan dan diekstrak lagi dengan eter, untuk memisahkan komponen non polar yaitu steroid dan triterpenoid sedangkan saponin tetap di etanol. Ekstrak eter diuji dengan pereaksi Liebermann-Buchard dan menunjukkan adanya steroid dan triterpenoid yang ditandai dengan warna biru/hijau dan warna ungu/merah pada ekstrak daun maja. Sedangkan residu tidak larut dalam eter ditambahkan air dan dikocok kuat-kuat. Pada residu tersebut terdapat busa yang menandakan  ada saponin pada residu. Busa yang timbul disebabkan saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Selanjutnya residu dihidrolisis dengan HCl 2N sebanyak 4 mL dan disaring. Hidrolisis dengan HCl dimaksudkan untuk memutuskan gugus gula pada sampel. Selanjutnya endapan diuji dengan pereaksi Liebermann-Buchard menunjukkan adanya saponin dengan warna hijau/biru.
Percobaaan selanjutnya adalah uji flavonoid. Flavonoid adalah senyawa yang mengandung karbon C15 atas dua inti fenolat yang dihubungkan tiga satuan karbon cincin A yang memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi phloroglusinal dan cincin B biasanya 4,3,4 atau 3,4,5 terhidroksilasi (Sastrohamidjojo, 1995). Sampel Aegle marmelos sebanyak 10 gram yang telah dihaluskan diekstraksi dengan methanol. Hal ini bertujuan  untuk dapat melarutkan senyawa ini, dan selanjutnya di saring untuk memisahkan filtrat dan residu. Filtrat diuapkan dan diekstraksi dengan n-heksan. Setelah itu ekstrak daun maja dalam n-heksana diekstraksi kembali dengan etanol untuk melarutkan flavanoid dan ditambahkan dengan 0,5 g Mg. Penambahan logam Mg dan HCl untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid dimana flavanoid akan bereaksi dengan Mg setelah penambahan asam klorida pekat dengan terjadinya perubahan warna merah muda/ungu sebab flavanoid mengalami perubahan serapan cahaya ke arah panjang gelombang yang lebih besar akibat adanya reaksi reduksi oleh HCl. Namun setelah penambahan HCl tidak terjadi perubahan warna pada sampel. Hal ini menunjukkan bahwa pada daun maja (Aegle marmelos) tidak terkandung senyawa flavonoid.
Pada uji tanin dan polifenol, sampel digerus dengan air. Penggerusan ini dilakukan dengan air karena tanin dan polifenol mengandung satu atau dua senyawa hidroksil sehingga mudah larut dalam air dan  kemudian didihkan. Proses pemanasan ini bertujuan agar tanin dan polifenol tersebut itu dapat larut kemudian disaring dan dibagi menjadi 2 bagian. Tabung pertama diteteskan dengan FeCl3 dan diperoleh bahwa pada daun maja  terdapat tanin/polifenol karena menimbulkan warna biru hingga hitam yang menandakan bahwa sampel tersebut memiliki tanin/polifenol.



BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa uji fitokimia pada daun maja (Aegle marmelos) mengandung senyawa steroid, triterpenoid, saponin dan tannin. Dan tidak mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid. Hal ini dapat diketahui dengan tidak adanya perubahan yang menunjukkan adanya senyawa- senyawa tersebut setelah penambahan pereaksi spesifik.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum pada bagian uji alkaloid, sebaiknya ektraksi dengan penambahan asam sulfat dilakukan dua kali karena tidak menutup kemungkinan kandungan alkaloid masih tertinggal pada lapisan kloroform amoniakal.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011.Informasi Spesies Maja  (Aegle marmelos L, Corr). http://berkebundirumah.blogspot.com/2011/01/informasi-spesies.html. [5 Juni 2012].

Astuti, Ika Yuni. 2003. Efek Antidepresi dan Penapisan Fitokimia Beberapa Tumbuhan Pakan Primata. Pharmacy. 01. 07-11.

Djalil et al. 2006. Penapisan Fitokimia dan Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Air dan Etanol Daun Maja (Aegle marmelos Correa).Pharmacy. 04. ISSN 1693-3591.

Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ke 3 Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Hartaiana. 2009. Manfaat Tumbuhan. http://buahlangkapkp06.blogspot.com/2009/01/ria-hartiana-pkp-nama-daerah-ceremoi.html. [ 5 Juni 2012].

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.
Nurcahyati, Sri. 2008. Efektifitas Ekstrak daun Mojo (Aegle marmelos L.)Terhadap Kematian larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III. Skripsi. Univesitas Muhammadiyah Surakarta.

Purba, Ritson. 2007. Analisis Fitokimia dan Uji Bioaktivitas Daun kaca (Peperomia Pellucida (L) Krunth). Jurnal Kimia Wulawarman. 5. ISSN 1693-5616.

Satyajit. 2007. Kimia untuk Farmasi. Bahan Kimia Organik, Alam dan Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Stanley. 1988. Kimia Organik Terbitan Keempat. ITB. Bandung.
Yuhernita, Juniarti. 2011. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Metanol Daun Surian Yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Makala Sains. 15. 48-52.


Tugas Setelah Praktikum
1.    Tuliskan reaksi umum yang terjadi pada:
a.    Uji alkaloid
b.    Uji steroid
c.    Uji flavanoid
d.    Uji tannin dan polifenol
2.    Pada uji alkaloid, kesimpulan yang akan saudara berikan (+) alkaloid atau (-) alkaloid. Jika uji dengan pereaksi meyer (+) sementara uji dengan drgendorf  (-)? Jelaskan!
Jawab   
1.    a. Reaksi umum pada uji alkaloid
K2HgI4            2K+   +  HgI42-    ( pereaksi meyer )


      + HgI42-                            HgI4
                                                                  terbentuk endapan putih       

KBiI4            K+ + Bil4-     (pereaksi dragendrof)


      + Bil4-                         Bil4
                                                                         

b. Reaksi umum pada steroid

                            +                            + H2SO4               senyawa kompleks berwarna
                                 Biru (steroid)       ungu/merah (triterpenoid)

c. Uji Flavanoid
C2H5OH + Mg        Mg(OH)2 + C2H5 Mg(OH)2 + CH3 – CH4 + HCl





d. Uji tannin dan polifenol
FeCl3         Fe3+  +  3Cl-   





2.    Pada uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo merkurat) dan pereaksi gragendorf (kalium tetraiodo bismutat).
Pada uji pereaksi meyer dihasilkan positif (+) alkaloid, apabila terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C no.2, dimana terlebih dahulu K2HgI4 terlarut dalam air secara reversible dengan mensorvasi asam iodide + KI + HgO, Hg2+ dan HgO membentuk kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih. Menggunakan pereaksi dragendorf (kalium tetraiodo bismutat) (+) alkaloid apabila terbentuk endapan coklat kemerahan atau hitam. Bila hanya uji dengan dragendrof positif sedang pereaksi meyer negatif, maka kesimpulan saya adalah + - - alkaloid. Hal ini karena ikatan yang terjadi antara alkaloid yang mengandung atom N dengan kedua pereaksi ini adalah ikatan koordinasi dengan Hg pada pereaaksi meyer dan dengan Bi pada pereaksi Dragendorf sehingga terbentuk senyawa koordinasi dengan N sebagai ligan dengan warna khas pada masing-masing pencampuran yang bersifat non polar. Namun pereaksi meyer lebih elektrofilik sehingga lebih lama dalam pembentukan kompleks dibandingkan Bi akan lebih mudah membentuk kompleks.



Percobaan Kafein

PENENTUAN KADAR KAFEIN DALAM KOPI
    PENDAHULUAN
    Latar Balakang
Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air). Berdasarkan penelitian  para  ahli  menyarankan  200-300 miligram konsumsi kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa. Tapi, mengonsumsi kafein sebanyak 100 miligram tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung pada kafein.
 Kopi merupakan minuman atau bahan penyegar yang banyak dikonsumsi masyarakat, dari yang miskin sampai kaya. Kopi mengandung kafein, yang dalam dosis rendah dapat mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran jadi segar. Meskipun demikian kemajuan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa konsumsi kopi dalam jumlah yang besar berpengaruh tidak baik bagi kesehatan. Ini disebabkan kafein jika dikonsumsi dalam jumnlah tinggi cepat mempengaruhi sistem saraf pusat, sistem pernapasan, otot, pembuluh darah, jantung dan ginjal pada manusia dan hewan. Menurut Sivetz dan Desroirer (1979) dalam dosis yang lebih tinggi lagi kafein dapat menyebabkan jantung berdebar keras, artelosklerosis, merusak hati, tangan gemetar, otot kejang, kepala pusing, mual dan bahkan dapat menyebabkan mutasi pada gen. Oleh sebab itu, pada percobaan ini kadar kafein perlu diketahui dengan pasti di dalam kopi. Penentuan kadar kafein ini dapat menggunakan cara ekstraksi.
    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan maka yag menjadi masalah dalam praktikum ini adalah bagaimana mengisolasi  kafein dalam biji kopi dan berapa kandugan kafein dalam biji kopi.
    Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengisolasi dan menentukan kadar kafein dalam kopi.
    Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini menggunakan metode ekstraksi pelarut dengan prinsip like disolvent like.

    TEORI
    Ekstraksi pelarut adalah proses pemisahan campuran larutan berdasarkan kecenderungan salah satu komponen untuk terlarut dalam solvent yang digunakan. Zat cair yang mula-mula melarutkan solut disebut sebagai diluent, sedangkan zat cair yang dikontakkan dengan solut disebut solvent. Solvent harus memiliki sifat tidak dapat larut atau dapat larut di dalam diluent tetapi dalam jumlah yang terbatas . Ekstraksi selalu melibatkan dua tahapan proses, yaitu tejadinya kontak solvent dengan diluent sehingga komponen yang dapat larut (solut) berpindah ke solvent dan pemisahan larutan dari diluent sisa. Produk yang mengandung konsentrasi solvent terbesar dan konsentrasi umpan cair terkecil disebut ekstrak, dan produk yang mengandung konsentrasi umpan cair terbesar dan konsentrasi solvent terkecil disebut rafinat (Murtono, 2009).
Manusia primitif seringkali menggunakan ekstrak akar, kulit kayu, daun, bunga, buah, dan biji – bijian sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk maksud pengobatan tidak mesti berdasarkan ketahyulan atau khayalan. Banyak tumbuhan mengandung senyawa yang berdampak faali yang nyata. Zat – zat aktif dalam banyak bahan tumbuhan ini telah diisolasi dan diketahui berupa senyawa nitrogen heterosiklik. Banyak senyawa nitrogen dalam tumbuhan mengandung atom nitrogen basa dan karena itu dapat diekstrak dari dalam bahan tumbuhan itu dengan asam encer. Senyawa ini disebut alkaloid yang artinya : “mirip sekali”. Setelah ekstraksi, alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan lanjutan dengan basa dalam air.
Ekstraksi    : R3N: + HCl          R3NH+Cl-
Regenerasi    : R3NH+Cl- + OH-     R3N: + H2O + Cl-
Struktur alkaloid beranekaragam, dari yang sederhana sampai yang rumit (Fessenden, 1982).
Kopi merupakan spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk famili Rubiaceae dan genus Coffea, tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan dapat tumbuh mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung tegak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur 2 tahun. Mula-mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Bungan yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah. Kopi merupakan biji-biian dari pohon jenis coffea dengan kandungan alamiah berupa kafein, sitosterin, kolin, terpenoid. Kopi robusta dan arabika adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi di indonesia. Kopi robusta memiliki kadar kafein lebih tinggi dari pada kopi Arabika (Hartono, 2009).
Senyawa kimia pada biji kopi dapat dibedakan atas senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap, terutama jika terjadi kenaikan suhu. Senyawa volatil yang berpengaruh terhadap aroma kopi antara lain golongan aldehid, keton dan alkohol, sedangkan senyawa non volatil yang berpengaruh terhadap mutu kopi antara lain kafein, chlorogenic acid dan senyawa-senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji kopi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan karbohidrat merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi, kadarnya bisa mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi terdapat pula gula pereduksi sekitar 1 %. Berkurangnya gula pereduksi yang disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi akan menyebabkan turunnya mutu kopi seduhan yang dihasilkan, karena gula merupakan salah satu komponen pembentuk aroma. Golongan asam juga dapat mempengaruhi mutu kopi, karena merupakan salah satu senyawa pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5% pada kopi sangrai. Selama penyangraian sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa menjadi asam kafeat dan Quinic acid. Selain itu terdapat juga kafein yang merupakan unsur terpenting pada kopi yang berfungsi sebagai stimulant, sedangkan kafeol merupakan faktor yang menentukan rasa. Kafein merupakan suatu alkaloid dari metil xantin yaitu 1,3,7 trimetil xantin (Bhara L.A, 2009).
Kafein adalah suatu senyawa organik nama lain yaitu kafein, tein, 1,3,7 trinotilxantin. Kristal kafein dalam air berupa jarum-jarum bercahaya. Bila tidak mengandung air, kafein meleleh dalam suhu 234-2390C, dan menyublin pada suhu yang rendah, kafein mudah larut dalam air panas, dan kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Secara alamiah selain dari dalam biji kopi, kafein pula terdapat dalam daun teh, daun mete, biji kola, dan coklat. Kafein bersifat sebagai basa lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan basa kuat (Abraham, 2011).
          Di alam terdapat beberapa senyawa alkaloid santin, antara lain 1,3-dimetilsantin (theophilin), 3,7-dimetilsantin (theobromine) yang banyak terdapat dalam biji coklat dan 1,3,7-trimetilsantin (kafein) dalam kopi dan teh.





          Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilat putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75) atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60 oC). Kafein berbentuk anhidrat. Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,1% C8H10N4O2 (Novianti, 2008).

    METODE PRAKTIKUM
     Alat dan Bahan
    Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Pipet volume 25 mL , Karet penghisap, Gelas kimia 100, 500 mL, Pipet tetes, Botol semprot, alat refluks, gelas ukur 100, erlenmeyer, pemanas, corong buchner, batang pengaduk, cawan porselin, kertas saring dan corong pisah.
    Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kopi halus, Larutan Asam Nitrat encer (HNO3), kloroform, timbal asetat, amonium hidroksida, dan aquades.


    Prosedur Kerja

    HASIL DAN PEMBAHASAN
    Hasil Pengamatan
No.    Perlakuan    Pengamatan
1.

2.
3.

4.


5.

6.    20 g kopi + 350 mL Aquadest

Direfluks selam 25 menit
Filtrat ditambah timbal asetat ditetesi sedikit demi sedikit lalu disaring                                                         
Filtrat + 25 mL kloroform dalam corong pisah dikocok   

Lapisan atas + 20 mL kloroform     dikocok
Lalu didiamkan
Lapisan bawah dikeluarkan & ditampung dalam cawan penguap. Lalu ditutup dengan kertas saring dan corong kaca lalu diuapkan.    Kafein pada kopi larut

Larutan homogen
Terbentuk endapan
 
Terbentuk dua lapisan (lapisan atas dan bawah) Lapisan bawah (CHCl3) = coklat susu, bagiat atas (air)=coklat muda
Terbentuk dua lapisan. Lapisan bawah (CHCl3) = coklat susu, bagiat atas (air)=coklat muda
Diperoleh berat kristal 0,7673 g dengan rendemen 3,8365%

         Struktur kafein (1,3,7 trimetilxantin) yaitu:

    Perhitungan:
    Berat kertas saring kosong = 1,0803 g
    Berat kertas saring + kristal kafein = 1,6381 g
    Berat cawan kosong = 68,9784 g
    Berat cawan + kafein = 69,187 g
    Kafein pada kertas saring : 1,6381-1,0803 = 0,5576 g
    Kafein pada cawan : 69,187- 68,978 = 0,2095 g
    Berat kristal kafein = 0,5578 + 0,2095
        = 0,7673 g
    Berat kopi = 20 g
    Rendemen  kafein = (Berat kafein)/(berat kopi)  x 100%
=  0,7673g/(20 g)  x 100%
                       = 3,8365 %
    Pembahasan
    Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan tergolong dalam senyawa alkaloid dengan rumus molekul C8H10N4O2, bersifat basa lemah, berbentuk serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit, memiliki titik leleh sebesar 234-2390C serta menyublin pada temperature 180-2000C. Kelarutan kafein: larut baik dalam kloroform, air mendidih dan alcohol, sedikit larut dalam air dingin dan eter dan mempunyai efek dosis 0,15-0,25 g/sekali dengan rumus molekul:

(1,3,7-trimetilxantin)
       Kadar kafein dalam biji kopi (Cafea sp.) ialah 0.2 – 2.2 persen. Untuk bermacam-macam kopi kadar kafeinnya berbeda-beda. Misalnya kadar kafein pada kopi robusta 1.5 – 2.5 persen, kopi arabika 1.0 - .1.2 persen, kopi leberia 1.4 – 1.6 persen dan kopi mukka 1.4 – 1.6 persen.  Pada suhu 25oC kafein larut dalam campuran 45.6 bagian air, yang kelarutannya meningkat dengan makin tingginya suhu air misalnya pada suhu 25oC dapat larut 2.13 gram kafein/ 100 g air sedangkan pada suhu 100oC pelarutannya 50.0 g kafein/100 g air. Pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan kafein yaitu eter, kloroform dan air panas. Ketiga pelarut tersebut dapat mengekstrak kafein dengan baik, tidak meninggalkan residu (karena menguap pada waktu dikeringkan), dapat di daur ulang. Akan tetapi pelarut eter dan kholoroform  mempengaruhi flavor (cita rasa) kopi. Sedangkan air, terutama air panas jika digunakan sebagai pelarut kafein akan menghilangkan flavor kopi pada kopi yang dihasilkan.
Pada percobaan ini, digunakan metode sederhana dalam mengekstrak kafein pada kopi  yaitu dengan metode  ekstraksi yang didasarkan pada distribusi solut dalam hal ini kafein dalam kopi antara dua fasa yaitu fasa organik (kloroform) dan fasa anorganik (air).  Sebelum melakukan ekstraksi, kopi direfluks terlebih dahulu menggunakan pelarut air selama 25 menit. Karena kafein dapat larut dengan baik pada air panas, sehingga harus dilarutkan pada air panas yang mendidih. Fungsi dari refluks ini yaitu agar dapat menghomogenkan kopi dan pelarut dengan waktu yang cukup lama dan bertujuan menarik senyawa kafein dari kopi karena sifat kafein yang mudah larut dalam air panas. Pada proses refluks tidak menggunakan kloroform sebagai pelarut karena kloroform memiliki titk didih yang rendah dari air yaitu sekitar 77,1oC.  Setelah proses merefluks selesai, campuran panas disaring kedalam corong buchner. Fungsi dari penyaringan ini yaitu agar kafein yang terdapat dalam campuran kopi tadi dapat terpisah dari filtrat atau ampas kopi, sehingga yang didapat dalam larutan kopi adalah kafein dan filtratnya. Setelah itu, ditambahkan timbal asetat tetes demi tetes agar zat-zat pengotor dapat mengendap dan diperoleh kafein yang bebas pengotor. Penambahan timbal asetat tetes demi tetes dimaksudkan agar struktur kafein tidak rusak dalam larutan kopi. Setelah penambahan timbal asetat diperoleh endapan dalam filtrat. Endapan tersebut merupakan zat-zat pengotor. Maka dari itu, dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan endapan yang terdapat dalam filtrat kafein.
Selanjutnya filtrat kafein didinginkan dan dilakukan ekstrasi (dengan cara pengocokkan atau pengadukan) dengan menggunakan pelarut kloroform. Ekstrasi dilakukan sebanyak 2 kali dengan tujuan, agar kafein pada filtrat benar-benar terpisah dan larut dalam kloroform. Pada ekstraksi pertama ditambahkan kloroform 25 mL dan ekstraksi ke dua ditambahkan sebanyak 20 ml. Setelah di ekstraksi terbentuk dua lapisan. Lapisan atas lapisan atas merupakan  lapisan fasa air yang mengandung sisa garam dan Pb dan lapisan bawah atau fasa organik merupakan lapisan yang mengandung kafein dalam kloroform. Terbentuknya dua lapisan disebabkan karena perbedaaan massa jenis antara larutan kopi dengan kloroform;dimana larutan kopi mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari kloroform dan  perbedaan kepolaran, larutan kopi bersifat polar sedangkan kloroform bersifat non polar.
    Pada saat ekstraksi, campuran larutan harus dikocok kuat dan di diamkan sesaat agar campuran tersebut dapat terdistribusi secara sempurna. Lapisan bawah pada corong pisah dimasukkan kedalam erlenmeyer, diuapkan cairan tersebut diatas penangas sampai kering dan ditutup dengan kertas saring agar kristal kafein yang terlarut tidak keluar dari cawan. Pada suhu tinggi (234oC-239 oC) kafein akan meleleh dan menyublin pada suhu rendah. Pada percobaan ini, tidak didapatkan bentuk kristal. Hal ini disebabkan karena pada saat proses penguapan kafein dilakukan pada suhu yang tinggi sehingga kristal kafein meleleh. Namun tetap dilakukan perhitungan berat kafein pada cawan dan kertas saring. Kadar kafein pada percobaaan ini diperoleh sebasar 3,8365%  atau sebesar 0,7673 gram kafein dari 20 gram kopi. Sedangkan menurut Malato et al (2001) kadar kafein yang layak untuk dikonsumsi pada kopi robusta secara teoritis adalah 1,5-2% dari berat kopi.

V.SIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa, kadar kafein dalam kopi dapat diisolasi dengan cara dipanaskan dan diekstraksi sehingga berat kristal kafein yang berhasil diisolasi dari kopi adalah  0,7673 gram dengan kadar protein yang terkandung dalam 20 gram kopi yaitu sebesar 3,8 %.

Tugas Setelah Praktikum
    Apa kegunaan kloroform pada percobaan ini? Dan mengapa pada langkah ke 6 dari cara kerja diatas ditambahkan lagi kloroform!
    Bagaimana bentuk struktur bentuk kafein yang diperoleh, tuliskan rumus strukturnya!
Jawab
    Tujuan penambahan kloroform pada percobaan ini adalah untuk mengekstrat kafein dari larutan kopi,sebagaimana diketahui bahwa kafeinlarut dengan baik dalam kloroform.  Pada langkah ke 6 ditambahkan lagi kloroform dengan untuk mengikat kembali sisa-sisa kafein yang masih ada dalam larutan kopi dan belum keluar pada pengekstrakkan pertama.
    Bentuk kafein yang diperoleh adalah berbentuk kristal putih seperti jarum bercahaya.  struktur kafein yaitu:

(1,3,7-trimetilxantin)


DAFTAR PUSTAKA
Abraham, 2012. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. UNHALU. Kendari.
Braha L.A, Makna. 2009. Pengaruh Pemberian Kopi Dosis Bertingkat Per Oral 30 Hari Terhadap Gambaran Histologi Hepar Tikus Wistar. Universitas Diponegoro. Semarang.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1982. Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3. Erlangga. Jakarta.
Hartono, Elina. 2009. Penetapan Kadar Kafein Dalam Biji Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. 2. ISSN 1979-35X.
Murtono, Rohmat dkk. 2009. Desain Konseptual Proses Ekstraksi Produk Fisi dari Bahan Bakar Molten Salt Reactor. Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir. 11. 98-110.
Syah Fitri, Novianty. 2008. Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein dari Bubuk Teh. Universitas sumatera Utara. Medan.